Monday, December 25, 2017

Natal, peristiwa Tuhan mencari manusia?



"Sungguh, Engkau Allah yang menyembunyikan diri,..." (Yesaya 45:15)


Semalam mulai pk. 20:00 WIB, Minggu, 24 Desember 2017, saya bersama isteri dan puteri saya ikut kebaktian Natal di sebuah gereja di kawasan Jakarta Barat. Banyak warga yang ikut kebaktian. Saya senang dapat bertemu dan berbincang dengan banyak kawan lama. Melantunkan lagu-lagu gereja. Paduan suara gereja terdengar teduh dan riang. Lilin-lilin kecil pada saatnya dinyalakan. Indah berkelap-kelip. Nyanyian Holy Night dilantunkan bersama dengan syahdu. Sunyi. Kosong. Lengang. Senyap. Sendiri. Meski ramai dan penuh.

Dalam khotbah Natalnya, sang pendeta memberi penekanan utama pada ihwal Tuhan mencari manusia dengan dia turun ke dalam dunia, lahir sebagai sesosok bayi insani di sebuah kandang dan dibaringkan di sebuah palungan.

Seusai kebaktian, di luar pintu gerbang gereja, sang pendeta itu (DCN) bertemu lagi dengan saya, lalu kami terlibat percakapan pendek. Pada kesempatan itu, saya katakan kepadanya, bahwa ungkapan teologis "Allah mencari manusia" sebetulnya tidak tepat sebab berkontradiksi dengan sifat Tuhan sebagai yang mahatahu dan mahahadir.

Jika Tuhan mahatahu, ya dia sudah tahu di mana setiap orang berada. Dia tak perlu mencari-cari. Jika Tuhan mahahadir, maka di manapun kita berada, di saat apapun, Tuhan juga sudah tahu keberadaan kita masing-masing. Dia tak perlu mondar-mandir, ke sana sini, celingukan, turun lembah, naik gunung, mencari-cari kita hingga lelah. Juga tak perlu Tuhan keluar masuk berbagai mall, kebon, hutan, taman rekreasi atau universitas.

Lalu saya usulkan, pakailah metafora permainan petak umpet. Tuhan sengaja menyembunyikan diri-Nya dari kita. Nah, kitalah yang mencari-cari Tuhan yang tersembunyi, diam, sunyi, tak berbunyi, tak berisik, tak ada indikasi di mana Dia sembunyi dan merunduk. Karena kita tidak mahatahu dan tidak mahahadir, kita betul-betul tidak tahu di mana Tuhan berada.

Dalam mencari Tuhan, dalam permainan petak umpet ini, kita suatu ketika dapat melihat Tuhan di suatu tempat persembunyiannya, punggung-Nya terlihat sekelebat. Lalu kita yang sedang mencari Tuhan, secepat angin berlari menuju tempat Tuhan yang bersembunyi, yang sedang kita cari-cari. Ingin kita sentuh dan belai punggung-Nya.

Eeh, sayangnya, begitu kita sudah di dekat-Nya dan mau meraih dan membelai dan menepuk punggung belakang Tuhan, segera saja Tuhan menjauh lagi, jauh, jauh, jauh, bersembunyi lagi di balik punggung gunung di seberang atau melompat ke dalam telaga tanpa tepi dan tanpa dasar, atau melompat tinggi jauh ke angkasa, ke balik awan. Tuhan hilang lagi. Tersembunyi lagi. The hidden God. Kita cari-cari lagi.

Terlihat lagi, ujung jubah-Nya berkibar. Kita kejar dengan berlari. Eh hilang lagi. Sembunyi lagi. Terlihat lagi ujung rambut-Nya yang gemulai berkilau ditiup angin, lalu kita secepat kilat ngebut berlari ingin memegang dan mencium rambutnya yang semerbak. Sayangnya, Tuhan menghilang lagi, sembunyi lagi, jauh lagi.

Hilang
Ketemu
Hilang lagi
Terlihat
Tapi lenyap lagi
Sudah dekat
Dekat sekali
Eh jauh lagi
Di depan mata
Tahu-tahu sudah pindah lagi
ke seberang lautan tanpa pantai

Oh Tuhanku
Asyik bermain petak umpet dengan-Mu
Tak pernah aku bisa menguasai-Mu
Dalam genggaman dan dekapanku

Selalu Engkau berhembus berlalu
Sang Bayu yang semilir lalang-lalu
Tak pernah Engkau masuk jaringku
Tak bisa Engkau kukunci dalam saku

Bergairah aku karena rindu
Meski kita tak akan pernah menyatu
Walau dalam cinta kita satu
Kita terpisah dalam rantau 

Berlari-larian kita selalu
Sembunyi-sembunyian di balik batu
Sang waktu tak sempat berlalu
Meski lonceng berbunyi bertalu-talu

Bermain petak umpet dengan Tuhan, pasti bukan cuma pengalaman saya sendiri.

Ini adalah pengalaman setiap peziarah, setiap musafir, yang menghayati kebertuhanan sebagai sebuah play, sebuah rekreasi, sebuah perjalanan, suatu pelayaran, penuh kegembiraan sekaligus kesunyian dan perasaan kerendahhatian.

Menolak absolutisme. Menolak triumfalisme. Menjauhkan diri dari superiorisme. Tak membusungkan dada. Tapi tertunduk kagum dan gentar pada dia yang mahatakterbatas, mahatahu, mahahadir.

Sang Tuhan yang selalu mengelak, berkelit, lalu menjauh, lepas, terbang dan berlari ke arah lain, ketika Dia mau kita tangkap, cengkeram, genggam dan kuasai. The elusive God.

Selamat hari Natal!
Kapan pun dan di manapun, saat engkau mencari pengetahuan, menabur cinta dan kebajikan, hidup aktif dan ceria, itulah Natal.

Jakarta, 25 Des 2017
ioanes rakhmat


Thursday, December 21, 2017

Melihat Punggung Tuhan

MELIHAT PUNGGUNG TUHAN

SEORANG PENDETA YANG JELITA, tadi pagi, seperti sudah 10 hari terakhir ini dia lakukan, mengirim lewat WA sebuah mem ucapan selamat pagi ke saya.


Gambar mem tersebut bagus. Tertulis pada mem itu kata-kata Inggris "Good Morning" dan sekian baris lain kata-kata indah.

Dalam bahasa Indonesia bunyinya begini:

TUHAN itu ada: 
di atasmu untuk memberkatimu
di bawahmu untuk menopangmu
di kiri kananmu untuk mengawalmu
di belakangmu untuk mendorongmu maju
di depanmu untuk memimpin

Lalu saya jawab:

Thank you. Tapi Tuhan dengan kita juga main petak umpet. Tak kelihatan di mana pun walau ada.

Dia menjawab:
Wah itu pengalaman sendiri ya?

Saya jawab lagi:

Kita semua, anda dan saya dan orang lain, sedang bermain petak umpet dengan Tuhan. Atau lebih tepat: Tuhan sedang bermain petak umpet dengan kita. Ini ketetapan jagat raya. Abadi. Tanpa akhir.

Bermain terus dengan ceria, lari-larian dengan bebas, sekaligus bisa melelahkan, bak kehabisan tenaga, keduanya.

Segera sang pendeta manis itu bertanya:

Kenapa tidak deal dengan Tuhan untuk bisa bertemu, saling tatap, saling genggam habis, dan saling merangkul?

Jawab saya pendek saja:
Dua pihak tidak seimbang.

Sang pendeta itu penasaran bertanya:
Duuh, kok gitu? Kesimpulannya apa dong?

Saya jawab lagi dengan kata-kata ini:

Dalam kehidupan beriman, kita tidak akan pernah bisa melihat Tuhan seluruhnya.

Kalaupun terlihat, yang terlihat hanya bagian punggung belakang Tuhan, sekelebat. Tuhan bergerak di depan kita menuju masa depan. Kita cuma bisa lihat bagian punggungnya.

Kita harus berlari maju, mengejar Tuhan, jika mau menyentuh Tuhan, seperti dalam permainan petak umpet. Kita yakin kita bisa mengejar dan memegang Tuhan. Untuk itu, tidak mungkin kita berlari mundur.

Tapi, begitu sudah dekat, dan kita mau sentuh dan pegang, Tuhan selalu mengelak.


Tuhan tahu-tahu cepat bersembunyi lagi di balik gunungan bebatuan yang jauh, atau di belakang kumpulan batang-batang pohon besar di dalam hutan tak bertuan, atau Tuhan melompat dan menyelam ke dalam danau tanpa dasar dan tanpa tepi.

Tuhan itu elusive. Selalu ngeles jika mau digenggam erat. Tuhan hanya bisa dilihat, tidak bisa dicengkeram, sebagian demi sebagian jika kita maju, berlari maju, ke depan, tidak bisa berlari mundur. Jika kita berlari mundur, kita akan pasti keserimpet lalu terjengkang jatuh. Kita terluka. Makin jauh dari punggung Tuhan.

LALU SANG PENDETA jelita yang suka berkomunikasi via WA ke saya itu menjawab saya dengan mengirim sebuah emotikon wajah kera yang menutup dua matanya dengan dua belah tangannya.

Entah kenapa dia kirim emotikon itu. Mungkin dia tidak mau baca jawaban terakhir saya itu yang dia sudah baca.

Selamat bermain petak umpet.

Salam, 
ioanes rakhmat

21 Des 2017

Silakan share jika ingin. Tq.


Saturday, December 16, 2017

Gempa Bumi dan Kesalehan Keagamaan

GEMPA KUAT 7,3 SR SEMALAM (JUMAT, 15 Des 2017, pukul 23:47:57) dan KESALEHAN KEAGAMAAN



N.B.
Updated 20 Agustus 2018

Seorang nona pekerja di bidang finance yang kenal saya memberi pendapatnya ke saya tentang gempa bumi semalam. Gempa yang menimbulkan kehebohan di Jakarta ini semalam segera saja diumumkan BMKG berpotensi timbulkan tsunami di beberapa kawasan Siaga dan Waspada di Jawa Barat.




Terkait rasa ngeri yang timbul karena gempa itu, dan ingatan traumatik tsunami Aceh sekian tahun lalu, si nona itu bilang: Harus perbanyak ibadah! Harus!

Berikut ini jawaban saya yang sudah saya perluas.

Ya, itu betul. Tapi sikap saleh perlu disertai juga oleh otak yang berisi dan aktif.

Karena kita berpikir, dan kita belajar dan memiliki ilmu pengetahuan, maka sebagai orang yang bertuhan, yakinlah kita bahwa gempa bumi sama sekali buka cara Tuhan untuk membunuh janin-janin, bayi-bayi dalam kandungan, ibu-ibu yang sedang hamil, kaum muda yang giat bekerja membangun bangsa, dan para manula.

Bagaimana gempa bumi (tektonik dan vulkanik) dapat terjadi, sudah bisa dijelaskan dengan gamblang oleh ilmu pengetahuan sebagai suatu kejadian yang natural, dan kekuatannya juga sudah dapat diukur lewat teknologi maju, dan kerusakan dahsyat yang ditimbulkannya juga dapat di atasi tahap demi tahap.

Ingatlah selalu, bahwa mengabdi dan cinta kepada Tuhan yang mahatahu dan mahatakterbatas, berarti juga mengabdikan diri kepada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai terapannya yang bersumber pada kemahatahuan Tuhan.

Jadi, kesalehan juga mendorong kita untuk bisa membangun dan mengembangkan iptek yang nanti bisa menangkal atau mencegah dan mengendalikan gempa bumi yang, jika berlangsung bebas, bisa menelan sangat banyak korban, manusia dan harta.

Sekarang iptek prediktor, pencegah, pelawan dan pengendali berbagai bencana alam dahsyat belum ada; tetapi para fisikawan dan teknolog futuris sudah memprediksi iptek antibencana alam suatu saat di masa depan akan kita punyai. Ahh, betulkah? Berkhayal ya?

Ketahuilah, di tahun 2018 ini, para ilmuwan untuk pertama kalinya mulai mengebor planet Bumi mulai dari dasar laut hingga 10 km menembus dan masuk ke mantel Bumi yang merupakan 80% dari massa Bumi.

Pengeboran ini dilakukan dari kapal laut iptek Jepang Chikyu di 3 tempat di Lautan Pasifik: Hawaii, Costa Rica dan Mexico. Total biaya 542 juta USD; sebagian dipikul pemerintah Jepang.

Tujuan yang ingin dicapai lewat pengeboran ini:

1. Mengetahui komposisi kimiawi mantel Bumi;
2. Menemukan mikroba yang bisa hidup di mantel Bumi;
3. Menginvestigasi batas antara kerak dan mantel Bumi;
4. Menemukan cara untuk memprediksi gempa Bumi;
5. Menemukan pengetahuan bagaimana planet Bumi terbentuk.

Saya sangat antusias dengan proyek iptek pengeboran planet Bumi ini. Jawaban-jawaban yang akan ditemukan nantinya akan juga bisa memberi pengetahuan tambahan tentang relasi kita, manusia, dengan planet Bumi dengan lebih luas, dan daya tahan kita hidup di planet ini.




Pengeboran Bumi dengan berbagai tujuannya (klik atau sentuh gambarnya untuk dapatkan ukuran yang lebih besar dan kata-kata yang terbaca jelas)


Dan, iptek memprediksi gempa (lihat poin ke empat di atas) akan kita miliki, tahap demi tahap, dan akan semakin maju.

Lebih jauh lagi, jika gempa nanti sudah bisa diprediksi dengan makin akurat, turutan-turutan kejadian alam lainnya seperti tsunami dan kawasan mana saja yang akan terlanda getaran dari pusat gempa juga akan dapat diprediksi bahkan penyebaran gelombang gempa akan dapat dikendalikan.

Teknologi yang makin maju, jika dilihat dari pengetahuan sekarang, tampak seperti fiksi atau magic.

Mari balik ke soal kesalehan. Kalau kesalehaan tidak ditopang oleh kecerdasan otak yang dihasilkan oleh sekolah yang tinggi dan proses pembelajaran yang terbuka dan makin maju, kita yang saleh akan makin ketinggalan dari negara-negara lain yang sudah melesat maju di dunia iptek dalam banyak bidang kehidupan.

Negara-negara tersebut bisa sangat maju karena warga mereka bukan cuma mementingkan kesalehaan tapi juga kecerdasan otak dan prestasi tanpa batas di dunia iptek.

Jika kita tidak bisa mengejar ketertinggalan kita, sudah pasti kita akan terus-menerus menjadi bangsa pecundang yang serba emosional dan tak mampu berpikir cerdas dan bernalar.

Si nona itu kemudian mengirimkan sebuah emotikon satu jempol ke WA saya. Jempol lelaki tampaknya. Padahal lebih indah jempol perempuan karena ada catnya.



GODZILLA, dewa gempa dalam mitologi Jepang di era modern


Tadi pagi, seorang teman baik dari gereja mengirimkan via WA sebuah renungan harian yang masih anyar, yang juga membicarakan gempa bumi semalam.

Isinya serupa dengan pendapat si nona di atas, tapi tidak sama.

Si penulis renungan harian itu menekankan, saya parafrasiskan, hal berikut ini.

Di tengah banyak ancaman kehidupan dalam dunia yang terus berubah, dan ancaman bencana alam seperti gempa bumi semalam, orang Kristen harus makin kuat, kokoh dan teguh beriman dan nempel pada Yesus Kristus, sang "batu karang" yang kokoh sebagai fondasi iman dan ketaatan kita.

Jangan bangun rumah di atas fondasi pasir karena pasti akan runtuh jika diterjang hujan dan banjir. Tapi bangunlah rumah iman kita di atas batu karang Yesus Kristus, sehingga kita akan tetap aman dan bertahan jika banjir menerpa bangunan iman kita.

Nah, ke teman saya yang berbudi luhur itu, dan seorang ayah yang sabar, saya berikan respons saya yang mirip, tapi tak sama, dengan yang saya sudah berikan ke si nona di atas. Berikut ini.

Iman dan sikap saleh dan sikap berserah ke Tuhan harus disertai otak yang berisi dan aktif. Kok? 

Ya, supaya orang yang soleh nantinya jadi mampu membangun dan mengembangkan iptek untuk mengendalikan dan memutar arah gempa dan tsunami atau bahkan membatalkan dan menangkal semua ancaman bencana alam. Untuk saat ini, iptek semacam itu tampak seperti sebuah fiksi sains.



Pak Presiden Joko Widodo di kawasan penampungan korban gempa di Lombok Utara, 13 Agustus 2018 


Agama dan iman dan doa yang kuat dan kokoh saja tak bisa membelokkan arah sebuah meteor besar yang suatu saat bisa jadi akan bergerak cepat persis menuju Bumi lalu menghantam planet kita ini. Serupa dengan kejadian 66 juta tahun lalu yang menewaskan nyaris seluruh dinosaurus non-avian di muka Bumi.



Gempa bumi Lombok sejak 29 Juli 2018


Coba kalau para dino zaman itu sudah punya teknologi pengalih gerak meteor besar yang masih jauh yang sedang melesat ke arah Bumi atau punya teknologi laser untuk menggeser tahap demi tahap lintasan meteor itu atau teknologi nuklir untuk meledakkan luluh meteor itu di angkasa luar pada kurun tersisa yang pendek, ya para dino itu masih hidup.

Itu pengandaian loh. Sebab otak reptilia besar dan dahsyat alias dinosaurus memang tidak atau belum memiliki neokorteks yang dimiliki oleh kita, organisme cerdas yang baru muncul di suatu tempat di Afrika 300.000 tahun lalu. Neokorteks inilah yang memampukan kita membangun iptek tanpa pernah berakhir.

Jadi, iman kepada Yesus Kristus perlu menjadi dasar yang kokoh bagi bangunan kehidupan keagamaan setiap orang Kristen.

Tapi jika sebuah rumah dibangun hanya berdasar iman dan kesalehan keagamaan, tanpa berlandaskan ilmu pengetahuan dan teknologi yang relevan, ya rumah yang kuat iman itu akan roboh juga jika diterjang badai dan banjir besar, atau jika kulit Bumi menggeliat kuat atau mengulet saat baru bangun tidur.

Rumah yang dibangun di atas bebatuan yang terserak, tak tertata dan tak terintegrasi kuat, sama lemahnya dengan rumah yang dibangun di atas pasir. Menata dan menyatukan bebatuan sebagai fondasi kokoh sebuah rumah memerlukan iptek, tidak bisa memakai iman.

Iman dan iptek memberi kita kehidupan. Tidak boleh dipisah jika kita mau hidup sehat, maju dan benar, sama halnya otak tidak bisa dilepas dan dibuang dari kepala jika kita mau hidup. Iman itu bisa ada karena kerja sel-sel otak kita, sel-sel neural yang juga membuat kita mampu bernalar dan berpikir cerdas.

Tetapi beriman dan bernalar berada dalam dua wilayah yang berbeda, meski keduanya produk aktivitas neurologis.

Beda keduanya dapat dijelaskan begini: beriman pada Tuhan memampukan kita hidup tabah dan tetap bersyukur meski sedang dalam penderitaan berat dan lama. Bernalar dan berpikir cerdas membuat kita mampu membangun peradaban yang kian maju di atas fondasi iptek modern. Dengan iptek modern juga kita kian mampu mengurangi dan mengalahkan berbagai bentuk penderitaan dan azab, seperti berbagai penyakit dan kelaparan dan kemiskinan dan bencana alam.

Beriman itu ibarat sedang mengapresiasi sebuah puisi yang mengesankan. Sedangkan ilmu pengetahuan itu adalah sebuah perjalanan puitis menuju misteri-misteri yang tidak kita ketahui, yang tak pernah habis.

Asyik juga bisa berkomunikasi lewat WA dan merenungi gempa bumi semalam.

Bedanya dari si nona, saya belum terima sebuah emotikon jempol perempuan dari teman gereja saya itu.

Silakan share. Tq.

Salam,
ioanes rakhmat

Sabtu, 16 Des 2017
Diedit 20 Nov 2021


Saturday, December 2, 2017

Yesus, Yakobus, dan Rasul Paulus

YESUS ORANG NAZARETH, YAKOBUS SI ADIL dan RASUL PAULUS

Ada sebuah DOKUMEN GNOSTIK yang ditulis dalam bahasa Yunani yang memuat percakapan YESUS dengan "saudara"-nya, YAKOBUS SI ADIL.




Pertemuan tahunan Society of Biblical Literature (SBL) mutakhir, 18-21 Nov 2017, di Boston, menjadikan dokumen gnostik Kristen WAHYU PERTAMA YAKOBUS (WPY) sebagai salah satu fokus perbincangan.

WPY adalah satu-satunya dokumen yang ditulis dalam bahasa Yunani dari 52 dokumen dalam Perpustakaan Nag Hammadi atau The Nag Hammadi Library yang nyaris seluruhnya, 51 dokumen, ditulis dalam bahasa Koptik, yang keseluruhannya ditemukan di Nag Hammadi, Mesir, tahun 1945.

Dalam WPY, Yesus menyapa Yakobus sebagai "saudaraku" (yang "bukan ragawi") yang diberi sebutan tambahan "si Adil".

Dalam percakapan ini, Yesus mengajarkan dan menyingkapkan hal-hal yang dibutuhkan dan memampukan Yakobus setelah Yesus wafat untuk menjadi sang guru yang baik, "Yakobus si Adil", yang membimbing orang untuk mengenal Yesus.

Sebagai sebuah dokumen yang heterodoks, yang memuat ajaran gnostik Kristen (abad ke-2 hingga abad ke-6 M), WPY tentu saja dulu ditolak untuk menjadi bagian Perjanjian Baru.

Meskipun demikian, dokumen WPY menjadi sebuah sumber sastra ekstra-PB penting yang memberi kita gambaran tentang dekatnya hubungan Yesus dan Yakobus secara personal.

Selanjutnya, saya beri info tambahan yang relevan yang sudah saya dalami. Kekristenan Yahudi awal dibangun oleh Yakobus si Adil, yang menganut teologi yang bertolakbelakang dengan teologi yang diajarkan Rasul Paulus yang mencari para pengikut baru Yesus dari orang-orang bukan Yahudi.

Dari berbagai dokumen lain di luar PB, juga sedikit dari PB sendiri, kita mendapatkan gambaran yang jelas tentang konflik sengit antara kekristenan Yahudi (yang dibangun Yakobus si Adil) dan kekristenan Yunani yang dibangun Rasul Paulus, meski Paulus tidak melepaskan seluruh tradisi keagamaan Yahudi yang sebelumnya dipertahankannya mati-matian selaku seorang Farisi.

Kita tahu, kekristenan Paulus kemudian menjadi kekristenan pemenang lewat berbagai pertarungan ideologis dan politis di era patristik. Paulus menang karena kekuatan politik Romawi berpihak kepadanya lewat bapak-bapak gereja awal.

Sedangkan kekristenan Yahudi awal sendiri tenggelam, diawali dengan penyingkiran ke Pella (sebelah timur Sungai Yordan, di kawasan Dekapolis) sebelum pecah Perang Yahudi vs. Roma Pertama (tahun 66-77 M), dan diakhiri dengan exodus bangsa Yahudi keluar Palestina yang diharuskan oleh Dekrit Kaisar Hadrianus tahun 135 setelah Perang Yahudi Kedua usai (tahun 132-135 M) dengan kekalahan telak bangsa Yahudi.





Orang yang mengenal dekat Yesus dari Nazareth, dan mengenal Yesus muka berhadapan muka, yakni Yakobus, tidak sejalan dengan Rasul Paulus. Anehnya, kekristenan di zaman modern (Ortodoksi) malah jauh lebih dekat ke Paulus ketimbang ke Yakobus si Adil dan ke Yesus orang Nazareth.

Baca tuntas buku saya yang membeberkan dengan komprehensif pertikaian antara kekristenan Yakobus dan kekristenan Paulus, yang berjudul Menguak Kekristenan Yahudi Perdana (2009), 200 halaman. Gambar sampul depan terpasang di atas.

Berita tentang WPY dan pertemuan tahunan SBL di sini
http://www.sciencealert.com/greek-first-apocalypse-james-nag-hammadi-library-teaching-tool.

Teks terjemahan Inggris dokumen WPY lihat di http://gnosis.org/naghamm/1ja.html.

Silakan di-share jika ingin.

Dokumen lain yang relevan dibaca, Kisah Masa Kanak-kanak Bunda Maria menurut Yakobus, tersedia di sini http://ioanesrakhmat.blogspot.co.id/2010/11/protevangelium-jacobi-atau-kisah-masa.html?m=1.

Salam, 
ioanes rakhmat
02 Des 2017