Thursday, November 23, 2017

Iklan lagi: Mau masuk sorga?

SORGA YA DI BUMI INI.
TAK ADA PILIHAN LAIN YANG BERMAKNA!

Tulisan ini saya buat sebagai reaksi saya atas sebuah video (saya lampirkan satu atau dua screencapture dari gambar adegan-adegan dalam video ini) yang berisi pesan masuk sorga lewat Yesus. Video ini kiriman seorang sahabat yang sangat baik hati. Terima kasih kepadanya.




Sorga, kita tahu, ditawarkan banyak pengkhotbah agama, untuk berbagai kepentingan. Termasuk untuk kepentingan ekonomi dan politik. Tak heran, jika demi sorga, orang yang beragama mau berseteru dan berperang, dua kondisi yang ironisnya diajarkan tidak ada dalam sorga. Ajaran dan perbuatan kok berbenturan?

Saya juga berulangkali diingatkan untuk jangan kehilangan peluang untuk masuk sorga, lewat hanya satu jalan, percaya pada Yesus. Mereka yang "menjual" sorga ke saya ini berasumsi saya sudah jauh dari Yesus. Asumsi ini datang dari alam "neraka", hemat saya.

Karena, faktanya, saya hingga detik ini dengan riang tetap bersahabat dengan Yesus, sosok mulia yang saya cintai, sosok agung yang ingin saya makin kenal lewat kajian-kajian ilmiah. Cinta pada Yesus, bagi saya, memerlukan juga ilmu pengetahuan untuk digunakan dalam usaha makin mengenal dan makin memahami Yesus. Tak ada benturan antara cinta kepada Tuhan dan ilmu pengetahuan. 

Orang yang suka membenturkan, pastilah tidak mencintai Yesus dan membenci ilmu pengetahuan. Padahal Yesus sendiri meminta para pengikut-Nya untuk mencari supaya mendapatkan, dan untuk mengetuk pintu supaya dibukakan bagi mereka. Yuup, jangan pura-pura lupa bahwa Yesus juga memerintahkan murid-murid-Nya untuk mengasihi Tuhan Allah dengan segenap akal budi.

Mencari, menemukan dan mengembangkan iptek supaya makin bermanfaat buat umat manusia dan alam serta kehidupan, adalah juga ibadah yang agung.




Tapi memang sudah jelas, saya belum mau masuk sorga dan juga tidak akan pernah mau. Kok? Ya, ada alasan-alasan yang mendasari sikap saya ini.

Dalam Doa Bapa Kami (DBK) yang tertulis dalam injil Perjanjian Baru, ada bagian doa ini (konon diajarkan Yesus) yang berbunyi, "Jadilah kehendak-Mu di Bumi seperti di sorga."

Nah, menjadikan kehendak Allah terwujud di Bumi ini yang belum dan tak akan pernah selesai saya lakukan. Selama belum selesai, ya tak ada keinginan saya untuk masuk sorga lewat kematian, apalagi lewat kematian yang sengaja dipercepat. Saya adalah seorang pekerja, seorang hamba, bukan seorang bos dan juga bukan seorang tuan besar.




Kehendak Allah ya tentu banyak, mungkin tak terbatas sama halnya dengan sifat-Nya yang mahatahu dan mahatakterbatas. Tapi, kalau memusingkan dan mencoba memahami hal yang tak terbatas ini, ya kita tidak akan pernah melakukan apa-apa yang bermakna selama kehidupan di muka Bumi.

Jadi, ya sebut saja tiga contoh tentang hal yang Allah pasti kehendaki.

Sudah pasti, tak ada keraguan sedikitpun, bahwa Tuhan itu mahapengasih-penyayang dan mahapenolong.

Dengan demikian, Tuhan menghendaki kita juga untuk mewujudkan kasih sayang dan pertolongan kepada sesama manusia, semua bentuk kehidupan, dan alam indah ini yang di dalamnya kita hidup.

Sudah pasti juga bahwa Tuhan itu Mahatahu. Dus, Tuhan juga menjadi sumber kemahatahuan; dus Dia juga sumber segala ilmu pengetahuan. Bukan hanya sebagai sumber, Tuhan yang mahatahu juga muara semua ilmu pengetahuan, muara yang tak pernah bisa kita datangi tuntas.

Tak terbayangkan oleh saya jika ada orang yang berpikir atau yakin bahwa Tuhan itu anti dan membenci ilmu pengetahuan, dan juga bahwa Tuhan itu menolak akal serta nalar insani yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk membangun iptek.

Nah, Tuhan yang mahatahu pastilah menghendaki kita untuk juga dengan cerdas dan tekun  mengembangkan dan memajukan ilmu pengetahuan tanpa batas.

Ilmu pengetahuan itu memang tanpa batas, tak akan pernah selesai dan tak akan pernah mencapai garis finish, karena dibangun dan dikembangkan oleh sangat banyak orang lintaszaman, lintasgenerasi, lintasgeografi, lintas kebudayaan. Dibangun dan dikembangkan lewat akal, lewat proses bernalar dan berbagai metode keilmuan yang sangat dinamis, dialektis, partisipatif, kumulatif, progresif dan serbaterbuka, infinite, tak berhingga.

Kenapa tak berhingga, tanpa batas? Karena ada sangat banyak bahkan tak terbatas anekaragam fenomena alam dalam jagat raya kita dan juga bermacam-macam fenomena dalam jagat-jagat raya lain yang juga ada tanpa batas. Iptek manusia kapan pun juga tak akan pernah selesai dan tuntas mengobservasi dan memahami semua fenomena ini dan menarik manfaat semuanya itu bagi kehidupan dan peradaban, di masa kini hingga ke masa depan tanpa batas.

Dus, ilmu pengetahuan bergerak terus ke depan, makin maju, tak bisa dihentikan oleh kekuatan apapun dan tak akan pernah tamat. Lahir dan berkembangnya iptek, dan manfaat besar yang diberikan iptek bagi kehidupan dan dunia ini, menunjukkan bahwa manusia memiliki akal, nalar, kecerdasan dan keluhuran budi.

Tentu saja, ada juga orang-orang bejad dari kalangan para politikus dan militer dari berbagai agama dan para pemilik modal besar, yang bisa menunggangi dan memanipulasi iptek demi mencapai tujuan-tujuan durjana mereka. Selain itu, ada juga para pelacur di dunia ilmu pengetahuan, yang dinamakan junk scientists, yang piawai menelikung dan memelintir iptek juga demi memuaskan kerakusan mereka dan mewujudkan pikiran-pikiran jahat mereka.

Jadi, sekarang, kalau tiga hal yang menjadi kehendak Tuhan itu kita laksanakan dengan cerdas, tekun, gigih, ikhlas, girang, dan kooperatif, ya kita sedang menjadikan kehendak Tuhan terwujud di Bumi ini.

Di sorga, tentu semua "penghuni" sorga menjalankan kehendak Tuhan yang mahapengasih-Penyayang, mahapenolong, dan mahatahu. Kalau tidak demikian, pasti bukan sorga namanya; mungkin sarang bandit, musuh Tuhan, tempat kekejian dan kejahatan berkuasa dan merajalela tanpa batas.

Jadi, jika di Bumi kita mewujudkan kehendak Tuhan, itu artinya kita juga sedang hidup di dalam sorga. Ajaran Yesus dalam DBK itu menekankan hal ini: jadikan Bumi ini sorga dengan menjalankan dan mewujudkan sorga di muka Bumi. Kata Yesus dalam DBK, "Datanglah Kerajaan-Mu!" Datang ke mana? Ya ke dalam dunia ini! Kapan? Ya sekarang ini dan seterusnya! Yesus tidak berkata, masukilah sorga di luar dunia ini sesudah anda mati.

Ketika Yesus mengajar dan memotivasi orang lewat perumpamaan-perumpamaan-Nya tentang kerajaan Allah, atau kerajaan sorga, Yesus tidak mengarahkan mereka ke dunia lain sesudah kematian, tetapi ke kehidupan dalam dunia masa kini di Bumi ini, di negeri Palestina, yang sedang dijajah Kekaisaran Romawi dan kaki-tangan Yahudi mereka.

Lewat kisah-kisah imajinatif dan kreatif yang Yesus susun sendiri dengan memukau, mereka digairahkan dan diberdayakan sehingga mereka dapat menjalani kehidupan mereka yang berat, ngenes dan pedih dengan tabah, gembira, tekun, kuat, tegar, baik hati, pantang berputusasa, lantaran Allah itu pengasih, penyayang, penolong, dan hadir di tengah mereka.

Jadi, ingat tiga hal ini saja dulu untuk kita jalankan dan realisasikan di muka Bumi sebagai bagian dari Kerajaan Sorga: kasih sayang, penolongan, dan pengembangan ilmu pengetahuan. Ingatlah, iptek itu suatu sarana yang memperbesar peluang dan kemungkinan untuk kasih sayang dan pertolongan dapat diwujudkan bagi semua bentuk kehidupan dan bagi kebaikan alam semesta ini.

Karena jagat raya kita ini, termasuk planet Bumi dalam sistem Matahari kita, masih akan ada bermilyar-milyar tahun dari sekarang, dan begitu juga halnya dengan kehidupan yang terus mengalami evolusi (alamiah dan buatan), maka mewujudkan tiga kehendak Tuhan itu adalah juga tugas yang tak akan pernah selesai.

Alkisah, ada lima musafir yang sedang berkelana di sebuah gurun pasir sangat luas. Mereka bertekad untuk menemukan nirwana atau sebut saja sorga lewat ziarah gurun mereka.

Dalam perjalanan mereka yang melelahkan dan memakan jiwa raga, akhirnya mereka tiba di suatu tempat yang tampaknya tidak bisa dilewati lagi karena dihalangi dinding tinggi tiga meter, yang membentang panjang, tak terlihat ujung-ujungnya di kiri dan di kanan.

Mereka berbincang sejenak persis di depan tembok penghalang itu. Mereka sepakat untuk melihat ada apa di balik tembok itu, lalu akan  melompatinya. Dengan membangun tangga dua tubuh, dengan yang satu menjadi injakan yang lainnya, peziarah pertama berhasil melihat apa yang ada di balik tembok itu. Dia cuma berseru, "Amboi!"; lalu melompat masuk ke kawasan di balik tembok. Hilang.

Orang yang kedua, dengan cara yang sama, juga dapat mencapai tepi atas tembok, lalu melihat  sesuatu di balik tembok, dan spontan berteriak girang, "Woow, hebat, luar biasa!" Lalu dia langsung lompat ke kawasan yang sedang dilihatnya. Lenyap.

Peziarah yang ketiga dan yang keempat juga melihat hal yang sama dan melakukan hal yang sama pula. Empat orang pengelana lain telah berada di kawasan seberang, lalu tidak terdengar lagi suara mereka. Sunyi.

Tinggal satu peziarah gurun yang menjadi orang terbawah dari tangga manusia yang tadi mereka buat bersama. Dia ditinggal pergi empat kawannya. Dia kini yatim. Sebatangkara. Living in aloneness. Empty. Single. Still. Silent. Quiet.

Dia tidak bisa memegang tepi atas tembok. Tak ada yang bisa membantunya untuk dapat melihat segala hal yang sebelumnya telah dilihat empat kawan seziarahnya, yang kini telah hidup di kawasan seberang. Sirna.

Si pengelana sebatangkara ini berlari jauh ke sisi kanan, lalu balik lagi ke sisi kiri. "Mungkin ada sebuah pintu", pikirnya.

Setelah sekian waktu mencari sekuat tenaga, kasihan, si pengelana piatu ini tidak menemukan satu pun pintu masuk. Akhirnya, dia duduk terpekur seorang diri di lantai pasir gurun, hanya ditemani kesunyian dan kekosongan, juga pertanyaan tanpa jawaban.

Selang satu jam tenggelam dalam kesunyian, si peziarah tunggal ini akhirnya memutuskan untuk mencari sebuah batu tajam yang akan dijadikannya pemukul dinding di hadapannya, untuk membuat lubang-lubang pijakan kaki saat memanjat nanti.

Dia berjalan senyap sendiri ke arah lain, mencari sebuah batu yang diinginkan. Berhasilkah?

Beruntunglah, setelah berjalan lima hari dengan bekal yang makin tipis, si pengelana yatim ini berhasil menemukan sebuah batu persis seperti yang diinginkannya. Batu itu teronggok sendirian, sunyi, juga sebatangkara, entah datang dari mana. Mungkin sisa pecahan meteor yang jatuh dari langit, kiriman jagat semesta. Entah dikirim kapan.

Apapun juga, dia bawa batu itu, balik lagi ke tembok tinggi dan panjang tanpa ujung itu. Lima hari dia habiskan waktu untuk tiba kembali di depan dinding misterius itu. Telah sepuluh hari dinding itu ditinggalkannya hanya untuk menemukan sebuah batu pemahat dan pencungkil.

Mulailah dia memukul dan mencungkili dinding itu pada titik setengah meter dari dasar tempat dia berpijak. Akhirnya terbentuk sebuah cerukan cukup dalam pada dinding itu. Lubang kedua yang lebih tinggi setengah meter dari lubang pertama berhasil juga dibuatnya. Ketika tangannya tidak bisa menjangkau tempat yang lebih tinggi di atas lubang-lubang yang sudah berhasil dibentuknya, dia tak kehilangan akal.

Dengan berdiri pada lubang-lubang teratas, dan dengan menempelkan tubuhnya pada dinding itu, susah-payah dia membuat lubang-lubang lain yang lebih tinggi dan lebih tinggi lagi. Tubuhnya makin lelah dan lemah. Tapi jika dia tak punya mental superbaja, tidak pernah sebelumnya dia memutuskan untuk menjadi seorang musafir gurun bersama empat sahabatnya yang kini telah tidak bersamanya lagi.

Akhirnya, lubang terakhir yang diperlukannya berhasil dia buat. Dengan menaikkan sebelah kakinya ke lubang itu, huuupp.... dia dengan sekuat sisa tenaganya dapat mengangkat tubuhnya ke atas, lalu kedua belah tangannya berhasil memegang tepi atas tembok aneh itu.

Segera saja terlihat olehnya pemandangan di kawasan di balik tembok. Dia langsung berseru perlahan, lelah dan kehausan, "Ooh, inilah nirwana!"

Anda tahu, apa yang selanjutnya dilakukan si peziarah gurun itu di saat dia sudah menemukan apa yang dipersepsinya sebagai nirwana?

Alih-alih dia melompat kegirangan ke kawasan nirwana di balik dinding, seperti yang telah sebelumnya dilakukan empat sahabat seperjalanannya, si pengelana sunyi sendiri ini malah turun lagi ke tempat semula dia berada, di lantai pasir gurun gersang dan kering. Kok?

Katanya dalam hati,

"Aku telah menemukan nirwana, dan telah juga berhasil membuat tangga lubang pada dinding pemisah ini yang berguna untuk orang memanjat dan tiba di kawasan nirwana.

Aku tidak butuh nirwana lagi.

Biarlah aku menunggu di bawah, di sebelah sini.

Para pengelana lain yang akan melintas ke sini dan terhalang oleh dinding ini akan kuberitahu bahwa nirawana ada di baliknya.

Aku akan bantu mereka memanjat dinding ini lewat tangga lubang-lubang yang sudah kubuat. Nirwana menanti mereka."

Begitulah keputusan si pengelana kelima yang berhati agung, yang kini sunyi sepi sendiri, sebatangkara, tanpa kawan bicara: menunggu para musafir gurun tiba di tempat dia duduk berhari-hari, bermalam-malam, sepanjang sisa umurnya.

Jagat semesta, entah bagaimana, heran, tergerak untuk menjatuhkan makanan dan minuman lewat burung-burung gurun besar yang sewaktu-waktu melintas di angkasa, di atas diri si peziarah senyap yatim hening ini, yang memiliki hati berlian dan kalbu yang dalam tanpa dasar.

Kata Yesus, "Jadilah kehendak-Mu di Bumi seperti di sorga!"

JADI, bukan kejarlah dan masuki sorga di kawasan seberang kehidupan, setelah anda mati. Bukan "Datangilah sorga!" di luar dunia, tapi "Datangkanlah sorga" ke Bumi ini!

Bangun dan tegakkan sorga di tanah muka Bumi ini lewat tiga hal utama:

• kasih sayang
• kegiatan menolong
• pengembangan iptek

supaya kehidupan kita semua, dan kehidupan organisme lain, makin baik, sehat, bersahabat dan membahagiakan semua.

Burung-burung tidak akan pernah telat untuk terbang dan mendatangi anda untuk memberi anda makan dan minum yang secukupnya, dari langit. Jika tak ada kawan di muka Bumi yang dekat anda, tapi hanya kesunyian tanpa nada, the silence of all silence, maka tataplah langit. Ajak bicara trilyunan kartika yang terang bercahaya. Mereka yang di langit, siang dan malam, akan menjadi kawan-kawan akrab dan setia. Menyelubungi dan menyelimuti dan menghangatkan tubuh, hati dan akal.

Jika bunga di padang begitu indah didandani, dan burung di udara dan di pepohonan begitu riang dan terpelihara, dan jangkrik riang gembira bernyanyi, dan kunang-kunang semarak bercahaya, apalagi anda semua yang memiliki hati, jiwa, pikiran, ucapan dan perbuatan yang luhur dan mulia.

Wahai kawan, sorga ya di muka Bumi ini, tak ada pilihan lain. Sungguh, tak ada pilihan lain yang real dan bermakna.

Sesudah anda mati, tak ada lagi tubuh, tak lagi ada otak, tak ada lagi lima indra, tak ada lagi gerak, tak ada lagi aktivitas mental, tak lagi ada hati, tak ada lagi waktu, tak ada lagi pengalaman, tak ada lagi tanggungjawab, tak ada lagi sejarah, tak ada lagi cita-cita pemacu.

Anda tidak bisa lagi berkunjung ke panti asuhan. Tak ada lagi kegiatan latihan paduan suara. Tidak lagi ada kesibukan mengantar anak-anak ke sekolah. Tak bisa lagi mengajar sebagai dosen. Tak ada lagi kegiatan lari pagi. Tak bisa lagi anda bermain cinta. Tak ada lagi tanggungjawab sosial politik, kebudayaan, kesenian, dan ekonomi anda.

Juga, sesudah anda mati, bagi anda tak ada lagi planet Bumi yang menjadi rumah bersama umat manusia, tempat kita menanam tetumbuhan, membangun pabrik, mendirikan universitas, menyusun ilmu pengetahuan, mendirikan perumahan, membangun irigasi, membangun tempat rekreasi, mengikat relasi sosial dan memajukan peradaban.

Yesus sungguh betul, kerajaan sorga itu datang ke Bumi ini sekarang, bukan didatangi sesudah kita mati.

Setelah anda mungkin berulangkali membaca seluruh uraian saya di atas, anda masih tetap mendambakan dan ingin masuk sorga setelah kematian, ya tak apa-apa.

Mungkin di sorga nanti anda bisa tahan hidup abadi, tanpa bekerja dan tanpa berkarya. Rehat abadi di sebuah dipan sorgawi, berbaring tanpa daya karena anda wafat di Bumi lalu masuk sorga pada umur 123 tahun. Mungkin juga anda di sorga hanya bernyanyi abadi, entah dengan melodi, lirik dan alat musik apa, sebab anda wafat saat anda masih belia, umur 23 tahun, sebagai seorang penyanyi beken generasi milenial di Bumi.

Namun, sebaiknya anda bisa dan mau melihat bahwa sorga yang sungguh real dan bermakna ya sorga di muka planet Bumi. Dan nanti juga sorga di planet-planet lain dalam sistem Matahari kita dan di dalam sistem-sistem matahari lain dalam galaksi kita Bima Sakti dan di luarnya, dalam ruang hampa alam semesta kita.

Sorga itu sebuah kata kerja, sebuah tugas, sebuah panggilan masa kini, bukan suatu angan-angan antahberantah di balik kehidupan, atau di balik kematian.

Baiklah, saya ucapkan: Damai sejahtera bagi Bumi dan segenap penghuninya.

Silakan share.

Salam saya, 
ioanes rakhmat

23 Nov 2017
Diedit 20 Nov 2021