Tuesday, February 16, 2016

Terapi LGBT ke heteroseksualitas sangat berbahaya!

Sekarang ini, terutama karena alasan perintah Tuhan dan juga karena tak punya pengetahuan yang benar tentang spektrum orientasi seksual LGBT, banyak pihak dengan paksa meminta kalangan LGBT untuk menjalani terapi re-orientasi atau terapi konversi atau terapi penyembuhan atau terapi reparasi untuk mengubah mereka jadi heteroseksual. Seolah bagi mereka, menjadi atau tidak menjadi LGBT itu hanya perkara memindahkan sebuah tuas atau memencet sebuah tombol saja, dari OFF ke ON atau sebaliknya.



Kalangan yang sedang memaksakan kehendak mereka kepada kelompok minoritas LGBT memandang orientasi seksual LGBT sebagai suatu penyakit yang harus disembuhkan, bahkan sebagai suatu gangguan jiwa, dan juga sebagai kutukan Tuhan seperti dulu orang memandang penyakit kusta. Tak sedikit dari antara mereka bahkan melihat orang LGBT sebagai orang yang sedang kerasukan setan. Mereka melihat manusia normal itu hanya manusia heteroseksual, lelaki dan perempuan, Adam and Eve, bukan Adam and Steve. LGBT kata mereka bukan ciptaan Tuhan meskipun, anehnya, mereka juga keturunan Adam dan Hawa.

Kalangan pembenci LGBT tidak tahu bahwa nyaris semua lembaga kesehatan yang diakui dunia dan nyaris seluruh pakar seksologi yang terkemuka sudah menemukan banyak bukti klinis lintasilmu bahwa LGBT sama normal dan sama sehat dengan orang heteroseksual. LGBT bukan orang sakit. Mereka sehat dan juga sama happy dan sama normal dengan kalangan hetero jika mereka hidup wajar sehari-hari dan tidak dibebani tekanan sosiopsikologis dan berbagai stigma negatif dari masyarakat heteroseksual.

Ilustrasi: Ritual eksorsisme atau pengusiran setan terhadap seorang gay


Bahwa terapi reorientasi atau konversi atau reparasi terhadap LGBT sangat berbahaya dan merusak mental dan daya hidup kalangan LGBT dan tidak berdasar pada ilmu pengetahuan yang lengkap tentang orientasi seksual, sudah dinyatakan dengan tegas oleh seluruh lembaga kesehatan dunia dan oleh para pakar medik dan pakar seksologi yang profesional. Pernyataan-pernyataan mereka dapat dibaca dalam artikel “The Lies and Dangers of Efforts to Change Sexual Orientation or Gender Identity”, yang dipasang pada website Human Rights Campaign./1/

Dalam artikel tersebut di atas, yang memuat banyak info ilmiah penting tentang LGBT, dimuat juga antara lain pernyataan ini:
Fakta terpenting tentang terapi reparatif, yang kadang juga disebut sebagai 'terapi konversi', adalah bahwa terapi ini didasarkan pada suatu pemahaman tentang homoseksualitas yang telah ditolak oleh semua profesional utama kesehatan umum dan kesehatan mental. American Academy of Pediatrics, American Counseling Association, American Psychiatric Association, American Psychological Association, National Association of School Psychologists, dan National Association of Social Workers, yang semuanya mencakup lebih dari 477.000 profesional kesehatan umum dan kesehatan mental, bulat berpendapat bahwa homoseksualitas bukan suatu gangguan mental, dan dengan demikian tidak memerlukan suatu penyembuhan.
Dalam artikel yang sama, kita baca tentang hasil penelitian lapangan yang dilakukan Universitas Negara San Francisco tentang kekuatan mental kalangan LGBT yang tertekan dan ditolak jika dibandingkan kalangan LGBT yang dapat hidup happy dan wajar dan diterima. Ditemukan fakta bahwa dibandingkan dengan kaum LGBT yang tidak ditolak oleh orangtua dan pengasuh mereka karena mereka memiliki identitas gay atau transgender, orang LGBT yang ditolak dengan kuat memiliki peluang kemungkinan 8 kali lipat untuk bunuh diri, nyaris 6 kali lipat menglami depresi berat, lebih dari 3 kali lipat menggunakan obat-obat terlarang, dan lebih dari 3 kali lipat kemungkinan terkena HIV dan STDs.   



Di negeri kita Indonesia, Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan baru saja, 12 Februari 2016, menyatakan bahwa kaum LGBT ada untuk diayomi dan dilindungi sebagai sesama WNI yang minoritas, bukan untuk dibenci, diusir atau dibunuh./2/

Juga perlu kita ketahui bahwa para pakar kesehatan dan seksologi bangsa kita sendiri, atas nama Depkes RI, di tahun 1993 sudah menyatakan bahwa homoseksualitas bukan suatu penyakit gangguan jiwa.

Tetapi jika ada kalangan yang memandang LGBT sebagai suatu abnormalitas, suatu gangguan jiwa, suatu kutukan Tuhan, saya dorong mereka untuk mendirikan banyak klinik terapi LGBT, jika memang kalangan yang anti-LGBT ini didorong oleh cinta kasih kepada LGBT. Lalu kita wait and see, akan adakah pasien yang akan dengan ikhlas, rela dan happy mau datang berobat, gratis sekalipun. Atau semua klinik mereka akhirnya terpaksa ditutup karena tidak ada satu pasien pun yang datang untuk berobat. Alhasil, pihak donor dari Timteng atau dari Amerika pun akan mencak-mencak keki banget setelah gagal ubek-ubek NKRI. Anda tak usah heran, soal pro dan kontra terhadap LGBT saat ini membuka banyak peluang bisnis yang akan segera dikelola aliran-aliran keagamaan fundamentalis yang akan mendapat topangan dana besar dari kalangan anti-LGBT di luar negeri.

Be happy. Smile. God loves all humans impartially.

Jakarta, 16 Feb 2016
Ioanes Rakhmat

N.B.: Artikel saya yang panjang, dan boleh dikata terlengkap, yang ditulis dalam bahasa Indonesia, tentang LGBT, terpasang di sini http://ioanesrakhmat.blogspot.co.id/2015/09/lgbt-agama-teks-alkitab-dan-pandangan.html. Baca dan sebarkanlah. Thank you. 

Notes

/1/ Lihat artikel rujukan “The Lies and Dangers of Efforts to Change Sexual Orientation or Gender Identity”, Human Rights Campaign, pada http://www.hrc.org/resources/the-lies-and-dangers-of-reparative-therapy.

/2/ Lihat Stefanus Yugo, “Luhut: LGBT Punya Hak, Harus Dilindungi”, RimaNews, 12 Februari 2016, pada http://nasional.rimanews.com/keamanan/read/20160212/261397/Luhut-LGBT-Punya-Hak-Harus-Dilindungi.