Wednesday, February 20, 2013

Satu aspek anak “indigo” yang anda perlu tahu!



Saya mau membeberkan ihwal anak-anak “indigo”yaitu anak-anak yang mengaku bisa melihat dan bergaul dengan makhluk-makhluk rohaniberdasarkan sebuah hasil kajian mutakhir tentang pokok ini yang dimuat dalam sebuah jurnal ilmiah dengan judul “Nighttime Fears and Fantasy-Reality Differentiation in Preschool Children” (Februari 2013)./1/ Dalam laporan hasil kajian ini tidak dipakai kata “indigo” (artinya “biru keunguan” atau “anak bintang” atau “anak kristal”) untuk anak-anak yang kerap bercerita tentang makhluk-makhluk rohani yang mereka lihat. Saya memakai kata “indigo” karena kata ini sudah dikenal umum untuk mengategorikan anak-anak yang diklaim mempunyai pengalaman-pengalaman paranormal. 

Kita tahu, oleh kalangan tertentu (paranormalis), anak indigo kerap diacu sebagai bukti adanya makhluk-makhluk gaib yang tak kasat mata. Dan tak sedikit orang memanfaatkan fenomena anak-anak indigo untuk menjalankan bisnis yang menguntungkan, dengan mengeksploitasi orangtua-orangtua yang memiliki anak-anak indigo tetapi tidak memahami fenomena ini dan tidak tahu bagaimana mengatasinya.

Makhluk gaib yang menurut banyak anak mengadakan kontak dengan mereka bisa peri, malaikat, nenek yang sudah mati, monster yang menakutkan, bahkan bisa juga aliens. Tak sedikit anak-anak yang mengaku bahwa mereka habis bermain sungguhan dengan figur-figur yang ada dalam buku-buku dongeng yang mereka telah baca atau dengar kisahnya. Seorang famili saya dengan sangat yakin bercerita bahwa di masa kecil dia pernah memanjat pohon bersama tokoh-tokoh heroik Cina zaman dulu.

Saya sering ditanya orang, apa itu anak indigo, dan apa benar mereka bisa kontak dan bermain dengan makhluk-makhluk gaib, atau melihat lalu lari ketakutan. Kalau saya ditanya perihal anak indigo, saya biasa menjawab sambil lalu: Wah, anak-anak yang suka berfantasi seenaknya itu kok penting buatmu?

Tapi kajian ilmiah mutakhir yang sudah saya sebut itu, penting anda semua ketahui, karena memberi anda pengetahuan yang berbasiskan sebuah penelitian ilmiah.

Kata “indigo” tidak dipakai para pakar psikologi yang mengkaji kehidupan anak-anak karena istilah ini muncul bukan dari lingkungan akademik. Kata “indigo” muncul dalam gerakan keagamaan yang dinamakan New Age Movement untuk anak-anak yang diklaim memiliki kelebihan-kelebihan spiritual.

Kajian-kajian kalangan New Age terhadap anak-anak yang mereka klaim “indigo” dinilai sebagai kajian-kajian pseudosaintifik yang tak berbasis fakta. Orangtua yang mengklaim anak mereka indigo yang memiliki kelebihan spiritual, dinilai sebagai orangtua yang menutupi masalah sebenarnya si anak. Orangtua semacam itu dipandang tak mau mengakui masalah mental si anak, tapi mengalihkan masalahnya ke ranah paranormalitas. Orangtua semacam itu dinilai mencari kompensasi kelainan mental anak mereka dalam klaim mereka bahwa anak mereka indigo, superior secara spiritual, memiliki indra keenam yang tidak dipunyai anak-anak lain seusia mereka.

Nah, hal-hal apa saja yang berhasil ditemukan oleh tim peneliti (4 orang) yang laporannya dimuat dalam jurnal ilmiah yang telah saya sebut di atas?

Mereka menemukan, anak-anak prasekolah (usia 4-6 tahun, sebagai sampel diambil 80 orang) yang sering merasa takut di malam hari atau sering bermimpi buruk dalam tidur mereka kerap mengalami hal-hal yang disebut paranormal, dan mengalami kebingungan dalam membedakan mana realitas dan mana fantasi. Sedangkan anak-anak seusia mereka yang tetap relaks dan tenang di malam hari dan dalam tidur mereka (sebagai kelompok kontrol, diambil sejumlah 32 anak), tidak mengalami paranormalitas dan menunjukkan kemampuan yang memadai untuk membedakan mana fantasi dan mana realitas.

Anak-anak bisa cemas dan takut di malam hari karena banyak faktor: antara lain, terpisah dari orangtua yang tidur di kamar lain, ngeri terhadap gelap gulita, dan berbagai pembawaan dan perilaku lain yang umum ada dalam diri anak-anak. Mereka juga punya bayangan sendiri tentang makhluk-makhluk yang hanya muncul di malam hari dan tampak menakutkan. Mereka bisa sangat cemas di malam hari karena persoalan mereka di siang hari belum diselesaikan dan terus membebani pikiran mereka. Mereka juga menjadi cemas di malam hari karena mereka merasa harus kembali mengalami mimpi buruk dalam tidur mereka. Nah, ditemukan, anak-anak yang kerap mengalami rasa takut di malam hari, sering bercerita kepada orangtua mereka bahwa mereka mengalami paranormalitas.

Ketika orangtua mempercayai begitu saja kisah-kisah fantastis anak mereka karena mereka tak ingin melukai hatinya, anak itu makin menjadi-jadi dalam berkisah. Ketika orangtuanya percaya penuh pada kisah si anak lalu memperlihatkan proteksi mereka terhadapnya, paranormalitas makin meningkat dalam diri si anak. Kelihatan di sini, bahwa lewat kisah-kisah mereka tentang paranormalitas, anak-anak merasa makin mendapatkan perhatian dan kasih sayang orangtua mereka. Tapi efeknya ternyata tidak baik: ketika ini terjadi, kemampuan si anak untuk membedakan mana realitas dan mana fantasi, makin menurun.

Juga ditemukan bahwa anak-anak yang suka ketakutan di malam hari ternyata juga menderita lebih banyak ketakutan yang sifatnya umum dan mengalami lebih banyak problem perilaku; kenyataan ini menunjukkan bahwa ketakutan di malam hari dapat mencerminkan kerentanan yang lebih besar terhadap ketakutan dan kecemasan yang umum dan penyakit-penyakit mental lainnya. Tetapi semakin usia anak bertambah, pengalaman paranormal umumnya makin berkurang dan akhirnya lenyap sama sekali, sejalan dengan tumbuhnya kemampuan mereka untuk berpikir rasional dan untuk membedakan mana realitas dan mana fantasi.

Kesimpulannya: semakin seorang anak hidup dalam banyak ketakutan di malam hari, semakin terbuka peluang si anak mengalami paranormalitas. Jadi, paranormalitas adalah respon neurologis si anak terhadap ketakutan-ketakutannya sendiri yang tidak dapat diatasinya sendiri. Hantu-hantu dan makhluk-makhluk rohani yang menakutkan datang kepada anak-anak yang sering ketakutan. Ketakutan mereka memicu ketakutan yang lebih besar dalam pengalaman paranormalitas: melihat makhluk-makhluk gaib. Sebaliknya, anak-anak pemberani yang menjalani kehidupan dengan relaks, tanpa dikuasai berbagai macam ketakutan, tidak mengalami paranormalitas. Sudah jelas bahwa kurangnya kemampuan untuk membedakan mana realitas dan mana fantasi berperan dalam muncul dan bertahannya ketakutan-ketakutan dalam diri anak-anak. Ketidakpastian yang ada dalam diri anak-anak mengenai hantu-hantu, roh-roh yang bergentayangan, monster-monster atau pun para penyihir dapat menimbulkan dan memelihara ketakutan-ketakutan dalam diri mereka terhadap mahkluk-makhluk semacam ini. 

Memahami duduk perkara fenomena indigo sangat penting khususnya kalau anda masih memiliki anak-anak yang sering bercerita bahwa mereka kerap bertemu dengan makhluk-makhluk tidak kasat mata, yang membuat mereka ketakutan atau membuat mereka hidup sehari-hari dalam dunia mereka sendiri. Ringkas kata, anda memiliki anak-anak yang mudah jatuh ke dalam halusinasi. Kondisi ini tentu saja bukan untuk dibanggakan, tetapi membutuhkan terapi.

Akhirnya, siapapun boleh bertanya, apakah seorang dewasa yang juga mengklaim kerap mengalami paranormalitas, sebetulnya juga sedang hidup dalam banyak ketakutan, yang tidak dapat diatasinya, lalu neuron-neuron dalam otaknya menanggapi keadaan mentalnya ini dengan menimbulkan fantasi melihat makhluk-makhluk paranormal? Tentu saja hal ini masih harus diteliti. 

Catatan 

/1/ Tamar Zisenwein, Michal Kaplan, et al., “Nighttime Fears and Fantasy-Reality Differentiation in Preschool Children”, Child Psychiatry and Human Development Vol. 44, Issue 1, February 01, 2013, hlm. 186-199; terpasang online di http://link.springer.com/article/10.1007%Fs10578-012-0318-x