Friday, September 7, 2012

Anda, batu kali, abu gosok dan kecoak

Apa bedanya anda dari batu kali?


Ada tiga pandangan tentang asal-usul homo sapiens, makhluk cerdas yang kita namakan manusia, anda dan saya dan mereka semua, yang baru muncul relatif muda, 300.000 tahun lalu di Afrika, sementara umur planet kita sendiri, Bumi, sudah 4,5 milyar tahun.

Pandangan tertua ada dalam kitab-kitab suci agama semitik, bahwa manusia berasal dari tanah, dibentuk oleh Allah jadi manusia yang hidup, langsung dewasa, sepasang lagi, dan tentu tanpa sebuah pusar sebab keduanya tak pernah berada dalam rahim seorang mama. Kata Ryu Hasan, jika asal-usul kita dari tanah, maka kita bersaudara dengan kendi, genteng, pot, keramik, tempayan tanah liat, dan (saya tambahkan) dengan tanah bebecekan di jalan-jalan di kampung-kampung pada musim hujan.

Pandangan kedua, lebih maju sedikit, kita berasal dari nenek moyang yang sama yang melahirkan kera, monyet, banobo, dus kita saudara mereka.

Pandangan ketiga jauh lebih maju: lewat DNA dari angkasa luar yang menerjang masuk ke Bumi lewat meteor, kita akhirnya muncul di Bumi. Dengan demikian, kita bersaudara dengan aliens dalam jagat raya kita.

Mana yang anda mau pilih: kita bersaudara dengan kendi, dengan monyet, atau dengan aliens? Saya pilih yang ketiga.

Tapi pada akhirnya, kita, homo sapiens, pada level yang fundamental (maksudnya: pada level dunia sub-atomik partikel-partikel, atau yang disebut dunia mekanika quantum), sama dengan semua materi di jagat raya yang terdiri atas quark, proton, neutron, positron dan elektron. 

Kenyataan bahwa pada  level fundamental kita adalah quark, proton, neutron, positron dan elektron, sama seperti batu kali, apakah menyedihkan hati anda? Jikalau kita sama dengan batu kali atau abu gosok pada level fundamental, apakah ada yang anda bisa banggakan sebagai manusia?

Orang sering bangga konon karena status mereka sebagai makhluk bernyawa tertinggi, mahkota ciptaan Allah. Benarkah kebanggaan ini, jika pada level fundamental kita tak beda dari abu gosok?

Apa beda diri anda sebagai homo sapiens dari abu gosok?  Jika anda sedang menggenggam abu gosok, ketika mencuci piring, ingat-ingatlah bahwa pada level fundamental anda tidak beda darinya.

Jika pada level fundamental anda tak beda dari abu gosok, mengapa anda petantang-petenteng mau menjadi hakim atas sesama anda yang berbeda agama dan keyakinan? Jika evolusi biologis membuat anda sepupu dengan simpanse, dan pada level fundamental sama dengan kera, mengapa anda kerap menghina simpanse dan banobo?

Semakin anda berilmu dan tahu rahasia-rahasia jagat raya, seharusnya anda semakin rendah hati, karena  anda paham diri anda pada level fundamental tak beda dari abu gosok.

Apa bedanya anda dari seekor kecoak?

Ketika anda menginjak mati seekor kecoak di kamar mandi, pada level fundamental anda sebetulnya menginjak diri anda sendiri sampai mati.

Betullah jika dilantunkan We are the world, we are the children. Kita adalah anak-anak, sama seperti bintang-bintang, planet-planet, galaksi-galaksi, nebulae, yang dilahirkan oleh ibu kandung kita bersama, sang bunda alam semesta.

Semakin anda berilmu dan tahu misteri-misteri jagat raya, semakin anda satu dengan jagat raya dan dengan semua bentuk kehidupan, dan dengan segala meteor dan komet.

Ilmu yang semakin tinggi, bukan menjauhkan diri anda dari abu gosok dan batu kali dan kecoak, tapi menyatukan anda dengan semua yang ada, yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa. Ilmu sesungguhnya mempersatukan semua bentuk kehidupan dan semua unsur jagat raya; dus, carilah ilmu tanpa henti.

Kalau agama-agama memecah belah umat manusia dan menimbulkan perang, tinggalkanlah, dan peluklah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tak bisa membahayakan siapapun, karena ilmu pengetahuan membawa anda ke dalam kebenaran yang makin besar dari saat ke saat. Orang yang mencintai kebenaran, pasti akan mencintai ilmu pengetahuan.

Tapi ketika penerapan ilmu pengetahuan dalam bentuk teknologi jatuh di tangan jiwa-jiwa yang rapuh, teknologi bisa memusnahkan kehidupan. Jelas, ancaman ini harus terus-menerus kita waspadai!

Karena ilmu pengetahuan itu agung, yang di dalamnya kebenaran tersingkap terus-menerus, maka semua saintis mustinya adalah orang-orang yang berjiwa agung, para mahatma.