Monday, June 25, 2012

Pencerahan


My mystical poem


Suatu pagi....
Aku berdiri di atas sebuah jembatan
Sunyi sendirian tanpa kawan dan lawan 
Lah kulihat jembatannya mengalir
Air di bawahnya diam tak teralir ke hilir 
Dan mobil-mobil jalan di atas air perlahan
Dan angsa-angsa berenang di atas jembatan

Suatu siang....
Aku sedang duduk di atas sebuah bangku
Sunyi sendirian tanpa buku dan kartu
Lah kulihat bangkunya ada di pangkuanku 
Dan aku duduk di udara kosong terpaku 
Dan muka Bumi menjadi hamparan awan berpacu 
Dan awan-awan menjadi daratan pemangku

Suatu sore....
Aku memegang sebilah keris sakti dan magis
Sunyi sendirian tanpa tangis tanpa senyum manis
Lah kulihat kerisnya memegang tanganku keras 
Sarung keris masuk menancap ke batang keris
Ujung keris menjadi pangkal dan basis 
Pangkal menjadi ujung jung teratas
Magis, magis, magis

Suatu malam....
Aku menarik nafas panjang dan lapang
Sunyi sendirian tanpa otot tanpa tulang
Lah kulihat udara mendesak deras melanglang 
Keluar dari hidung tanpa tertikung tanpa terpalang
Aku menghembuskan nafas kencang tak kepalang
Lah udara mengalir deras ke dalam paru-paru pulang

Jam dua belas tengah malam temaram
Aku duduk sendirian berkawan kesunyian malam

Kutatap jam dinding memantau detak sang kala
Lah jarumnya terhenti walau berdetak rela
Waktu tak beranjak ke larut pukul satu malam
Berbalik gerak menuju jam sebelas malam

Kulihat di cermin wajahku makin muda belia  
Semua bintang terang dan sang rembulan tak beredar jua 

Sang kala berhenti terdiam lembam   
Serasa Sang Abadi merasuk jiwaku dalam-dalam
Kekelaman malam tertelan dalam batinku yang dalam

Kini....

Aku sungguh mengerti wanti-wanti 
Tapi aku juga tak paham sejati diri
Aku tercerahkan dalam diri sejati 
Tapi pikiranku gelap benar seperti mati

Aku hidup tapi juga mati
Aku mati tapi juga hidup
Aku mandraguna serba sakti
Tapi juga rentan mati bak bunga menguncup 

Aku kosong walau penuh

Teka-teki bagi para sahabat pencari

Kayuh, kayuh, kayuh terus perahu tak bersauh 

Jauh, jauh, jauh tak terengkuh bahari 

Sampai tergapai tergenggam Sang Mentari jauh 

Di titik terbenamnya hari nan lestari 

Kayuh, kayuh, kayuh, tak pernah jua berlabuh

Jauh, jauh, jauh sampai perahu luruh 

Pelabuhan sejati tampak tinggal sejengkal di depan
Tetapi masih jauh, jauh, jauh, di masa depan 

Berat rinduku tak tertahan-tahan
Untuk segera kembali ke masa depan impian
Sebab dari sana aku telah datang sendirian
Masuk ke dunia sendirian sunyi tanpa kawan dan lawan

Berat rinduku tak tertahan-tahan.... 
Berat, berat, berat....


 Jakarta
25 Juni 2012