Saturday, April 28, 2012

Ion H3+ sebagai the saviour of the universe!

Bintang-bintang baru sedang terbentuk di kawasan nebula Messier 78 
(gambar diambil oleh Teleskop Antariksa Spitzer NASA)

Para saintis dari Universitas Arizona,  Amerika Serikat, baru-baru ini menegaskan bahwa ion hidrogen triatomik (H3+) bisa jadi menyimpan rahasia terbentuknya jagat raya. Bagian terbesar jagat raya terdiri atas hidrogen dalam beragam bentuk, tapi ion H3+ adalah molekul terpenting  dan terbanyak dalam ruang antarbintang.

Ion H3+ berperan sangat menentukan dalam pembentukan dini bintang-bintang beberapa waktu setelah big bang. Ion H3+ juga memungkinkan terjadinya reaksi kimiawi terawal dalam jagat raya yang berujung pada  pembentukan senyawa kimiawi seperti air (H2O) atau carbon (C).

Tanpa ion H3+ tak akan terbentuk carbon, sebuah unsur terpenting bagi pembentukan kehidupan. Semua bentuk kehidupan berhutang pada ion H3+ yang terbentuk beberapa saat setelah big bang, 13,72 milyar tahun lalu.

Bukan hanya sebagai unsur esensial bagi kehidupan, ion H3+ juga memungkinkan terbentuknya bintang-bintang yang stabil yang mengisi jagat raya dalam kurun yang sangat panjang. Tanpa adanya ion H3+, bintang-bintang yang terbentuk pada usia dini jagat raya akan segera menjadi makin panas, lalu meledak dan lenyap kembali.

Jika semua bintang langsung meledak begitu terbentuk karena tekanan suhu panas dari intinya, maka jagat raya tak akan pernah ada, dan kehidupan tak pernah muncul. Dalam situasi yang tak memberi harapan itu, tampillah ion H3+ dari ledakan big bang sebagai sang penyelamat, the savior in the literal sense of the word.

Bintang-bintang yang baru terbentuk akan langsung lenyap lagi dalam suatu ledakan, jika energi panas yang ada di dalamnya tak tersalur ke luar. Nah, dari sangat sedikit molekul yang ada dalam jagat raya dini, ion H3+ menjadi penyelamat yang memungkinkan bintang-bintang terbentuk stabil untuk jangka waktu yang sangat lama.

Ion H3+ memungkinkan bintang-bintang yang baru terbentuk mengalami pendinginan suhu dengan cara memancarkan cahaya partikel foton yang sangat panas ke luar. Tanpa ada mekanisme cooling down dalam bintang-bintang yang baru terbentuk dan bersuhu tinggi, jagat raya tak akan pernah ada.

Nah, ion H3+ adalah motor penggerak mekanisme pendingin, semacam AC, dalam inti bintang-bintang baru yang sangat panas. Ion H3+ membuat energi besar yang terakumulasi dari reaksi nuklir dalam inti bintang-bintang tersalur ke luar dalam bentuk cahaya yang terpancar sangat terang dari bintang-bintang.

Luar biasa bukan: bintang-bintang muda bercahaya sangat kuat supaya mereka tetap ada dan stabil! Selama ini kita mungkin berpikir hanya satu sisi: cahaya bintang-bintang, Matahari misalnya, kita perlukan supaya kita bisa hidup.

Tanpa ion H3+ jagat raya akan tetap gelap selamanya dan kosong melompong, tanpa ada benda-benda massif, tanpa kehidupan, tanpa anda dan tanpa saya. Para astronomer berpendapat, dalam usia dini jagat raya, ion H3+ adalah molekul kimiawi terpenting satu-satunya yang membuat jagat raya bertahan ada.

Tapi dalam ruang antarbintang pada usia dini jagat raya, radiasi nuklir memancar ke mana-mana, dan dapat melenyapkan atau memodifikasi ion H3+. Syukurlah, ion H3+ dapat selamat dari radiasi dalam ruang hampa antarbintang karena struktur kimiawinya khas. Ion H3+ berstruktur asimetrik dan berisi dua elektron yang dimiliki bersama oleh tiga atom hidrogen. Struktur yang semacam ini membuat ion H3+ tak berubah, tapi tetap stabil, meskipun terkena radiasi dalam ruang antarbintang.

Bahkan radiasi yang terpancar dari bintang-bintang memiliki andil dalam terbentuknya ion H3+; bukan itu saja, radiasi ini juga merangsang molekul ini untuk tiba pada level energi yang makin tinggi. Peningkatan level energi ion H3+ juga disebabkan oleh akumulasi sisa-sisa energi yang berasal dari reaksi kimiawi yang dialaminya dengan molekul-molukel lain.

Ketika terjadi proses sebaliknya, yakni proses pendinginan, partikel cahaya foton terpancar dari dalam molekul ke luar, dan partikel ini dapat dideteksi oleh teleskop radio. Selain itu, berbeda dari atom hidrogen (H), ion H3+ dapat bengkok dan bervibrasi, sehingga membuat cahaya memancar ke luar dari dalam bintang-bintang.

Sebagai molekul yang bermuatan listrik (yang disebut ion), H3+ terdiri atas tiga atom hidrogen namun hanya memiliki dua, bukan tiga, elektron, sebagaimana seharusnya.  Alhasil, ion H3+ kelebihan satu ion yang bermuatan listrik positif.

Ion H3+ berbentuk segi tiga, dan ketika terangsang oleh energi panas, ion ini mulai terayun dan bervibrasi. Memahami gerak berayun dan menari dan bervibrasi dari ion H3+ sangat penting, untuk kita dapat menemukan perannya dalam jagat raya pada usia dininya.

Dengan lebih dulu memahami spektrum vibrasi ion H3+, kita akan dapat menemukan kemampuannya mendinginkan bintang-bintang muda yang baru terbentuk. Jika semua sifat kapasitas ion H3+ mendinginkan bintang-bintang muda kita ketahui, kita akan dapat memprediksi bagaimana bintang-bintang terbentuk dan mencapai tahap stabil.

Jika kita dapat mengetahui bagaimana bintang dan planet muda terbentuk lalu berevolusi lewat studi atas ion H3+, pengetahuan ini sangat penting. Sangat penting, sebab pengetahuan yang dihasilkannya akan membimbing kita dalam mencari lokasi di ruang antarbintang yang memungkinkan untuk dihuni.

Menemukan dunia-dunia di ruang antarbintang yang dapat dihuni sangat penting bagi kita yang mendiami planet Bumi. Khususnya dunia-dunia yang dapat dihuni di luar sistem Matahari kita penting ditemukan demi survival dan eksistensi kita sendiri di masa depan. Karena berbagai macam sebab, kita tak bisa selamanya hidup bergantung hanya pada planet biru kita, Bumi.

Selain demi survival kita, menemukan dunia-dunia lain yang dapat dihuni di ruang antarbintang membuka peluang bagi komunikasi antargalaksi. Sangat besar probabilitasnya bahwa homo sapiens bukanlah satu-satunya makhluk cerdas dalam jagat raya yang dapat dihuni oleh berbagai bentuk kehidupan. Ketahuilah, Frank Drake adalah saintis pertama yang pada 1961 menyusun sebuah persamaan matematis untuk menghitung jumlah peradaban cerdas yang mungkin ada dalam galaksi kita, Bima Sakti. Persamaan Drake hingga kini secara umum masih digunakan oleh Proyek SETI dalam menafsir jumlah peradaban yang mungkin ada dalam galaksi Bima Sakti.

Jauh dalam lubuk hati kita, kita rindu menemukan sesama makhluk hidup di luar sistem Matahari kita, yang mungkin jauh lebih cerdas dari kita dan sudah membangun peradaban sejak milyaran tahun lalu, sementara peradaban modern kita baru berusia 300 sampai 400 tahun saja. Kita berharap suatu saat di masa depan, kita akan bisa bertatapmuka dengan aliens yang tidak jahat. Adakah petunjuk-petunjuk yang kita telah dapatkan, untuk memastikan aliens cerdas itu ada? Tentang hal ini, masuk saja ke link ini Roswell UFO Was Not of This Earth. Baca reportasenya dan saksikan tayangan videonya, sekadar sebagai makanan pembuka saja.

Untuk mencapai tujuan-tujuan di atas, luar biasanya kita harus fokus pada kajian mendalam atas ion H3+, yang akan menyingkap masa lampau jagat raya demi masa depan kita. Untuk bisa menyingkap rahasia-rahasia kemampuan ion H3+, kajian mekanika Quantum harus dimaksimalkan sampai ke batas-batas ujungnya. Itulah tugas yang kini sedang dijalankan para saintis.