Wednesday, November 3, 2010

Langkah-langkah Menafsirkan Sebuah Teks Alkitab


Hermes, putera Zeus, pembawa dan penafsir pikiran, keinginan, tindakan dan pesan para dewa-dewi di Gunung Olympus untuk manusia di Bumi, menjadi jembatan "dunia atas" dan "dunia bawah". Dari nama Hermes dibentuklah terma hermeneutika dalam bidang ilmu tafsir.



N.B. Berdoalah lebih dulu, minta kepada Tuhan Yang Maha Tahu, sumber segala pengetahuan, agar anda dapat dengan riang menerima, menggali dan menerapkan pengetahuan ilmu tafsir dari tulisan ini. Be blessed.

* Diperluas 29 Agustus 2021


Pendahuluan

MEMAHAMI TEKS-TEKS KITAB SUCI sesungguhnya tidak mudah. Pertama, karena antara kita yang hidup dalam dunia modern dan kitab-kitab suci terbentang jurang sejarah yang lebar, dari ratusan tahun hingga ribuan tahun.

Dan kedua, karena ada jurang budaya yang membuat cara hidup, cara berbudaya dan cara berpikir pramodern dan prailmiah para penulis kitab-kitab suci dan masyarakat mereka berbeda tajam dari cara-cara hidup, berbudaya dan berpikir kita dan masyarakat kita dalam zaman modern ini.

Nabi Musa dan Yesus dari Nazareth serta Rasul Paulus, misalnya, tak mengenal berbagai jenis komputer, smartphones, Internet, Cloud ComputingIoT, kecerdasan buatan ("artificial intelligence"), Facebook, Instagram, Line dan Twitter, Tokopedia, Shopee, dll--- tidak seperti anda yang hidup di abad ke-21 ini.

Mereka tidak tahu persamaan matematis Einstein yang luarbiasa sederhana tetapi very powerful E=mc².

Juga mereka tak pernah dengar, apalagi memahami, mekanika quantum, big bang, black holesworm holestime travel, energi gelap, materi gelap, dan bergudang-gudang ilmu pengetahuan dan teknologi modern lainnya. Hal yang sederhana saja bagi kita bahwa di dalam setiap mall modern ada lift dan tangga jalan, tak pernah terpikir oleh mereka.

Dua jurang yang menganga ini, jurang sejarah dan jurang budaya, benar-benar ada dan tidak bisa begitu saja diabaikan.

Jika kita mengabaikan dua jurang ini, maka kita akan pasti terjatuh ke dalam parit anakronisme dan etnosentrisme.

Dua kubangan ini akan pasti membuat kita tidak bisa hidup fungsional lagi di dalam dunia kita sendiri pada masa kini sebagai orang-orang lain yang hidup dalam kebudayaan dan alam pemikiran yang berbeda dibandingkan orang-orang zaman kitab-kitab suci ditulis.

Anakronisme dan etnosentrisme itu, berturut-turut, berada di zaman yang salah, dan di dalam budaya yang salah, yang tidak sinkron dengan zaman dan budaya anda sendiri. Keadaannya seperti memindahkan Nabi Musa yang hidup kurang lebih 30 abad lalu dengan paksa untuk hidup modern di kota New York pada masa kini: dia akan pasti terkena kejut budaya (culture shock) yang akan dapat berdampak fatal pada mental dan raga.

Kenaifan kalangan literalis

Kalangan literalis skripturalis menerima begitu saja segala hal yang tertulis dalam kitab-kitab suci mereka sebagai kebenaran-kebenaran abadi yang tinggal diambil lalu dipakai dan diterapkan begitu saja, apa adanya (at face value), pada zaman modern sekarang ini.

Kata para literalis, teks-teks Alkitab tidak perlu ditafsir-tafsir, tetapi tinggal dibaca, diterima sebagai kebenaran, lalu diterapkan apa adanya dalam kehidupan masa kini, karena selalu relevan dan serba menjawab persoalan. Ya, mereka membenci dan memusuhi ilmu tafsir, dan tidak mengerti ilmu tafsir dan hermeneutika. Oleh mereka, teks-teks Alkitab tinggal dicomot saja lalu dijalankan atau digenggam kuat-kuat selamanya sebagai suatu kebenaran.

Mereka sungguh sangat naif dan tidak realistik. Teks-teks Alkitab Perjanjian Baru dalam bahasa Indonesia (atau bahasa modern lain) yang mereka baca adalah teks-teks yang sudah diterjemahkan dari teks-teks asli PB yang ditulis dalam bahasa Yunani koine (bahasa Yunani yang umum dipakai pada abad ke-1 di kawasan Laut Tengah, konteks budaya kelahiran Kekristenan awal). Nah, setiap penerjemahan melibatkan penafsiran teks yang sedang diterjemahkan. Tanpa penafsiran, tidak akan dihasilkan suatu karya terjemahan.

Jenjang penafsiran menjadi dobel, jika teks PB yang sedang anda baca tidak langsung diterjemahkan dari teks asli Yunani koine, tetapi dari PB berbahasa Inggris, misalnya versi Alkitab The New Revised Standard Version atau NRSV (horison terjemahannya ekumenis), atau versi Inggris lainnya seperti NIV (horison terjemahannya evangelikal), dll.

Jenjang penafsiran menjadi tripel, atau tiga tingkat, ketika Alkitab diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa daerah tidak langsung dari teks-teks asli Alkitab (Ibrani dan sedikit Aramaik untuk Perjanjian Lama, dan Yunani koine untuk PB), melainkan dari Alkitab berbahasa Indonesia, yang diterjemahkan dari Alkitab Inggris versi NRSV, misalnya.

Makin banyak jenjang penerjemahan, makin besar deviasi atau penyimpangan dari teks-teks dalam bahasa asli Alkitab. 

Nah, jika kalangan literalis mengklaim tidak menafsir teks-teks Alkitab, ya orang lain (para penerjemah Alkitab) telah menafsirkan teks-teks (dalam bahasa-bahasa asli) Alkitab untuk mereka. Ya, mereka hanya konsumen, bukan produsen.

Karena ada banyak sekali teks Alkitab yang paralel atau senada satu sama lain, tentu dengan perbedaan besar atau kecil di sana-sini, nah anda sebagai literalis sudah menafsir ketika anda menjatuhkan pilihan pada teks X untuk anda tinggal jalankan, dan melepaskan teks Y, meski kedua teks ini paralel.

Karena normalnya setiap orang ingin menjadi berbahagia lewat penerapan teks-teks Alkitab dalam kehidupan mereka, maka anda, sebagai literalis, sudah menafsir teks-teks Alkitab ketika anda memilih suatu teks, dan tidak memilih suatu teks lain, untuk anda jadikan "ayat emas" atau "firman hidup" untuk kehidupan anda hari ini yang anda harapkan memberi kebahagiaan bagi anda.

Mustahil hidup tanpa menafsir. Without interpretation, life is impossible to live.

Selain itu, di zaman modern abad ke-21 ini mustahil orang Kristen manapun bisa hidup dengan baik, berguna, sehat dan maju, jika setiap ayat dalam Alkitab (mulai dari awal kitab Kejadian hingga akhir kitab Wahyu Yohanes) mereka mau terapkan begitu saja, apa adanya seperti yang sudah tertulis, karena, mereka berasumsi, segala ayat selalu relevan. Silakan buktikan sendiri. Kenapa mustahil? Ya, karena ada dua jurang yang sudah disebut di atas, jurang sejarah dan jurang budaya yang lebar.

Saya masih perlu bertanya lagi kepada para literalis. Apakah anda sudah uji bahwa semua ayat dalam 66 kitab dalam Alkitab selalu serba menjawab persoalan masa kini? Pasti belum! Dan, bukankah sebelum ada jawaban, harus ada lebih dulu pertanyaannya? Jadi, apa pertanyaannya?




Jelas, literalisme hanya akan menghasilkan anakronisme dan etnosentrisme. Jadi, perlu ada suatu pendekatan tafsir yang dapat mencegah anda terjatuh ke dalam parit hitam salah zaman dan parit hitam salah budaya ini. Pendekatan semacam ini sudah ada, dinamakan pendekatan historis kritis (historical criticism). Berikut ini langkah-langkah menafsir teks-teks kitab-kitab suci secara historis kritis.


A. Menentukan batas-batas perikop teks 

1. Periksa apakah pembatasan perikop yang dibuat Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) sudah benar;

2. Jika anda memandang batas-batas perikop harus disusun ulang, sebutkan alasan-alasan anda;

3. Perikop yang anda sudah batasi sendiri dapat lebih panjang atau dapat lebih pendek dari pembatasan yang dibuat oleh LAI.

B. Menentukan bentuk sastra (literary form) dan jenis sastra (literary genre) perikop

1. "Bentuk" teks adalah unit-unit kecil dalam unit besar "jenis" suatu teks. Artinya, keduanya tak terpisahkan. Perlu diketahui saja, secara teknis kata "bentuk" dipakai untuk studi penelusuran transmisi teks-teks dalam periode lisan, sebelum akhirnya tradisi lisan dibuat menjadi tulisan-tulisan. Studi di era kelisanan ini dinamakan "kritik bentuk" atau "form criticism". Fokus kita tidak ke era kelisanan, tapi pada tulisan-tulisan dalam Alkitab;

2. Nah, tentukan apakah perikop berbentuk atau berjenis sebuah kisah (nyata atau fiktif?), ataukah berbentuk sebuah pengakuan iman (kredo) atau syahadat, ataukah berjenis sebuah madah/nyanyian, ataukah berbentuk sebuah puisi, ataukah berbentuk sebuah argumen pemikiran (seperti dalam surat-surat Perjanjian Baru), atau sebuah renungan filosofis, atau sebuah visi imajiner, dan lain sebagainya;

3. Tentukan langkah-langkah penafsiran yang perlu dilakukan, yang tepat untuk jenis sastra yang sudah anda tentukan (lihat lebih lanjut poin G di bawah):

• Apakah harus mengikuti plot/alur cerita jika teks berbentuk sebuah kisah atau berbentuk sebuah perumpamaan;

• ataukah harus mengikuti perkembangan pemikiran atau argumen yang runtut jika teks berbentuk sebuah argumentasi teologis seperti dalam surat-surat Perjanjian Baru;

• ataukah langkah-langkah lainnya yang harus ditemukan dengan tepat, misalnya ketika teks tergolong sebagai karya puisi atau kumpulan pepatah dan wejangan atau sebuah khotbah atau sebuah renungan filosofis, atau sebuah penglihatan imajiner, atau sebuah dialog panjang lebar, atau sebuah teks ritual liturgis;

Ingat, setiap jenis sastra (literary genre) mengharuskan suatu langkah penafsiran yang khas, yang berbeda untuk jenis sastra lainnya, berhubung jenis kebenaran dan berita setiap teks juga ditentukan oleh jenis sastranya. Kita tahu tokh bahwa rasa dan khasiat buah-buahan atau sayur-mayur berbeda-beda bergantung jenis buah-buahannya atau sayur-mayurnya.

Jadi, kebenaran dan berita sebuah teks puisi berbeda dari kebenaran dan berita sebuah teks kisah pertempuran atau sebuah teks syahadat. Dst.




Fragmen manuskrip papirus Injil Yohanes, berasal dari kurun 125-175 M (menurut Orsine-Clarysse). Kini disimpan di John Rylands Library, Deansgate, Manchester, Inggris, dan dinamakan P52. Naskah-naskah asli langsung dari para penulis asli (yang dinamakan autograf) semua kitab dalam Perjanjian Baru sudah kita tidak miliki. Yang ada pada kita adalah naskah-naskah salinan dari salinan dari salinan dst.


C. Menentukan konteks sejarah dan konteks sosio-budaya penulisan teks

1. Konteks luas sejarah (nasional dan internasional);

2. Konteks terbatas sejarah (lokal setempat);

3. Konteks sosio-budaya atau sistem sosial;

☆ Cari informasi tentang:

• dimana teks ditulis (“where”);

• dalam latar sosial, ekonomi, budaya, religius, politik dan militer apa teks ditulis (“life settings”);

• kapan teks ditulis (“when”);

• oleh siapa teks ditulis (“by whom”);

• alasan apa yang mendorong teks ditulis (“why”);

• kepada siapa teks ditujukan (“to whom”);

• dengan cara atau gaya tutur yang bagaimana teks disusun dan ditulis ("style of writing"); 

• apakah gaya ini dan bentuk penulisan mencerminkan konvensi dunia sastra dan budaya ("literary and cultural environment") si penulis teks;

• dalam sistem sosial ("social system") yang bagaimana si penulis teks hidup dan aktif. Makna teks tidak sedikit ditentukan dan dikondisikan oleh sistem sosial, selain oleh jenis sastra teks.

Setiap teks adalah "tenunan" atau "rajutan" atau "jejaring" (Latin: textūra) benang-benang pertanyaan-pertanyaan di atas. Tidak ada teks apapun yang muncul dari kevakuman atau "jatuh dari langit" begitu saja.

☆ Manfaatkanlah buku-buku sejarah kritis (sejarah sosial dan sejarah politis) yang relevan dengan dunia kuno zaman penulisan Alkitab. Ingat, karya sejarah kritis berbeda jauh dari karya sejarah apologetis. Banyak apologet agama mengklaim bahwa karya mereka adalah karya sejarah, padahal sebetulnya tulisan mereka itu tulisan tentang teologi atau doktrin yang sedang dibela mereka dengan memakai kamuflase sejarah sebagai pembenaran yang dipaksakan.

Disebut "sejarah sosial" atau "social history" jika sejarah ditulis dan ditafsir dari sudut pandang rakyat kebanyakan, atau dari sudut kalangan yang ditindas dan menjadi korban. Dinamakan "sejarah politik" atau "political history" jika sejarah ditulis dan ditafsir dari sudut pandang kalangan elitis para penguasa politik. Tidak ada historiografi yang netral, tanpa perspektif tertentu. "Mere/pure history" atau "sejarah murni" itu tidak ada. Karena itu, sejarah selalu membutuhkan penafsiran dan penulisan ulang, apalagi jika sumber-sumber primer data dan info dalam berbagai jenis dan bentuk telah bertambah banyak.

D. Menentukan konteks sastra (literary context) teks

1. Uraikan hubungan-hubungan tekstual perikop yang sedang ditafsir dengan teks-teks yang ada sebelum dan yang ada sesudahnya (sesuai dengan pembatasan perikop yang anda sudah berikan pada poin A di atas);

2. Ungkapkan dengan kata-kata anda sendiri isi perikop dalam hubungannya dengan teks-teks sebelum dan teks-teks sesudahnya;

3. Ringkas isi perikop yang sedang ditafsir dalam beberapa kata (3-5 kata) yang anda akan jadikan judul perikop yang sedang ditafsir (dalam hal ini judul perikop yang anda beri dapat dan sepatutnya berbeda dari judul yang diberikan LAI).

E. Menentukan sumber-sumber (literary sources) teks dan penyuntingan

1. Dengan mengetahui sumber-sumber sastra yang dipakai, anda dapat lebih pasti menentukan jenis sastra teks (lihat poin B di atas); 

2. Jika ada teks-teks di luar Alkitab atau lazim dinamakan "teks-teks ekstrakanonik" (extracanonical texts) yang sejajar dengan teks alkitabiah yang sedang ditafsir, dan bisa menjadi sumbernya, kutiplah teks-teks yang sejajar ini untuk membantu memahami teks yang sedang ditafsir; 

3. Jika ada teks-teks Perjanjian Lama yang paralel dengan teks-teks Perjanjian Baru yang sedang ditafsir, atau menjadi sumber sastra yang dipakai para penulis teks-teks Perjanjian Baru, temukan metode-metode tafsir apa (misalnya metode tafsir tipologis, atau metode tafsir pesher atau metode skematik janji-pemenuhan) yang dipakai para penulis teks-teks Perjanjian Baru yang sedang anda tafsir, dalam mereka mempertalikan atau menghubungkan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru;

4. Perlihatkan bagaimana sumber yang dipakai sudah diedit/disunting/diolah oleh si penulis perikop yang sedang anda tafsirkan;

5. Penyuntingan atau editing dapat berupa penambahan teks lain, pengurangan teks yang sudah ada, atau perubahan atau penggantian atau penghilangan teks yang ada atau perubahan sudut pandang atau perspektif yang digunakan pada bagian teks yang disunting;

Penyuntingan dilakukan untuk kebutuhan merelevansikan teks warisan dengan sikon masa kini si penyunting, atau untuk menjawab persoalan berbeda di zaman dan tempat kehidupan si penyunting, atau karena berbagai kebutuhan lain (misalnya, karena si penyunting tidak menyukai bagian teks yang dipangkasnya);

6. Kalau anda menemukan bagian-bagian yang merupakan penyuntingan atas teks yang sedang anda tafsir, bagian ini adalah bagian dari teologi atau pemikiran langsung dari si penulis perikop di zaman dan tempatnya dalam bentuk yang anda temukan dalam kitab suci;

7. Rumuskanlah dengan kata-kata anda sendiri apa isi teologi atau pemikiran si penulis perikop yang sedang anda tafsir, dan tunjukkan di mana isi teologinya ini ditemukan dalam perikop; 

8. Jika perikop yang sedang ditafsir tidak memakai sumber sastrawi apapun, melainkan buah pemikiran murni si penulis teks, poin E ini dapat anda lewati.

Tapi ingat dan catat, nyaris tak ada penulis kapan dan di manapun yang tak memanfaatkan sumber-sumber sastra atau tuturan lisan atau pemikiran dan ide orang lain sebelumnya ketika mereka menulis karya-karya mereka sendiri. Karya-karya besar dibangun di atas fondasi karya-karya lain yang sudah ada sebelumnya. 

Setiap penulis yang cerdas dan kreatif serta inovatif pasti dengan cermat mencari dulu karya-karya lain yang sudah ada sebelumnya, mencerna semuanya, lalu mulai menulis dengan gembira dan dengan pikiran yang sudah diperkaya dan terbuka.

Terkait dengan kajian terhadap injil-injil Perjanjian Baru dan teks-teks ekstrakanonik yang dapat menjadi sumber-sumber yang digunakan para penulis kitab-kitab injil, empat buku berikut penting untuk diperiksa.

1. C.K. Barrett, ed., The New Testament Background: Writings from Ancient Greece and the Roman Empire That Illuminate Christian Origins (SanFrancisco: HarperCollins, 1989, edisi pertama SPCK 1956).

2. Robert J. Miller, ed., The Complete Gospels: Annotated Scholars Version. Kata pengantar oleh Robert W. Funk (revised and expanded edition: Sonoma, California: Polebridge Press, 1992, 1994).

3. David R. Cartlidge and David L. Dungan, eds., Documents for the Study of the Gospels (revised and enlarged edition; Minneapolis: Fortress Press, second edition, 1994).

4. Hans-Josef Klauck, The Religious Context of Early Christianity: A Guide to Graeco-Roman Religions (translated by Brian McNeil) (Edinburgh: T&T Clark, 2000).

F. Memeriksa dan mengusulkan terjemahan teks yang sedang ditafsir 

1. Untuk mengerjakan bagian ini, anda perlu memiliki pengetahuan yang memadai mengenai tatabahasa Ibrani Alkitab dan tatabahasa Yunani koine;

2. Penguasaan tata bahasa dan kosa kata dalam bahasa-bahasa asli akan membuat anda mampu memberikan sebuah terjemahan alternatif, yang berbeda dari terjemahan LAI;

3. Perhatikan varian-varian teks yang tersedia (dapat diketahui dari aparatus kritik yang ada sebagai catatan-catatan kaki dalam setiap versi Alkitab edisi kritis atau "critical edition") dan periksalah apakah anda akan memilih varian teks lain yang tidak dipakai dalam terjemahan standard LAI (atau versi terjemahan Alkitab lainnya);

4. Sebutkan alasan-alasan anda mengapa anda memilih varian-varian teks lain, yang berbeda dari yang dipakai dalam terjemahan resmi LAI atau terjemahan lainnya (untuk Alkitab Perjanjian Baru, versi UBS atau versi Nestle-Aland, dll).

G. Menjelaskan teks ayat per ayat dan merangkumnya (content analysis)

1. Jelaskan apa maksud atau isi gagasan dari setiap ayat dalam perikop yang sedang anda tafsir, dan hubungannya dengan ayat-ayat berikutnya; 

2. Penjelasan atas ayat-ayat yang anda berikan harus berada dalam satu kesatuan atau koherensi logis dengan seluruh gagasan besar dari seluruh isi perikop;

3. Perhatian perlu lebih banyak ditujukan pada kata-kata penting/kunci (key words) yang muncul berulangkali dalam setiap ayat atau dalam keseluruhan perikop yang sedang ditafsir;

4. Jika ada kata-kata penting yang bermakna khusus dalam sistem kebudayaan atau sistem sosial si penulis teks yang anda sedang tafsir, uraikanlah makna khusus kata-kata ini dan bagaimana kata-kata ini dipakai dalam teks yang anda sedang tafsir;

5. Rangkumlah maksud atau isi gagasan dari seluruh perikop dalam beberapa kalimat yang anda rumuskan sendiri (ingat, anda dalam batas tertentu sudah melakukannya sebelumnya pada poin D di atas ketika anda memberi sebuah judul pada perikop yang sudah anda batasi);

6. Jika teks berbentuk sebuah argumen runtut yang mengungkapkan isi pemikiran teologis si penulisnya (seperti ditemukan dalam surat-surat dalam Perjanjian Baru atau dalam rumusan-rumusan pengakuan iman/kredo, atau dalam tulisan-tulisan filosofis), dalam menjelaskan isi perikop (ayat per ayat dan keseluruhan perikop sebagai satu kesatuan) anda harus memperhatikan:

• argumentasi logis runtut yang diajukan si penulis teks;

• dasar-dasar atau titik tolak argumentasi yang dipakai;

• perkembangan argumentasi dari satu ayat ke ayat lainnya: jelas dan lancar, tersendat, atau kacau;

• hubungan sintaksis antara satu kata dengan kata lainnya, satu kalimat dengan kalimat lainnya, dalam keseluruhan perikop yang sedang ditafsir;

• segi-segi ketatabahasaan (segi-segi gramatikal) yang penting dimengerti untuk bisa memahami sebuah argumen atau maksud si penulis teks;

• muara atau kesimpulan dari keseluruhan argumen yang biasanya dapat ditemukan pada bagian akhir perikop; 

• bagian khusus pada akhir perikop yang lazimnya berisi nasihat atau wejangan atau petunjuk praktis untuk dijalankan si penerima teks.

7. Jika jenis sastra perikop yang sedang anda tafsir adalah kisah (yakni sebuah cerita yang berplot atau laporan sebuah kejadian atau sebuah perumpamaan), dalam menjelaskan isi perikop anda harus memperhatikan:

• dalam konteks dunia kisah (story world) yang bagaimana kisah ini dimulai (perhatikan apa yang ditulis pada ayat-ayat pembuka perikop dan pada perikop sebelumnya). Ingat, dunia kisah tidak sama dengan dunia si penulis kisah (the writer's world);

• plot atau alur/aliran ceritanya, dan sub-sub plotnya;

• para tokoh yang terlibat di dalamnya (tokoh utama dan tokoh sampingan);

• peran masing-masing tokoh ini dalam keseluruhan cerita;

• gagasan naratif utama (“point of view”) yang mengatur dan mengendalikan keseluruhan cerita;

• klimaks cerita dan anti-klimaks cerita;

• biasanya maksud seluruh cerita dapat ditemukan pada ayat-ayat terakhir dari keseluruhan perikop yang merupakan rangkuman seluruh cerita;

• perlihatkan bahwa perikop yang sedang anda tafsir ini menjadi titik tolak perikop yang menyusul sesudahnya, atau malah sama sekali tak ada kaitannya dengan perikop yang menyusulnya.

H. Menentukan tempat dan fungsi perikop yang sedang ditafsir dalam keseluruhan dokumen/kitab yang memuatnya

1. Setelah anda dapat merumuskan maksud (intention/purpose) atau pesan (meaning/message) seluruh isi perikop yang sedang anda tafsir, kini anda harus menempatkan perikop ini dalam keseluruhan dokumen atau kitab yang memuatnya dan dalam seluruh isi Alkitab;

2. Rumuskan apa fungsi maksud dan pesan teologis perikop yang anda tafsir ini bagi keseluruhan dokumen/kitab yang memuatnya;

3. Rumuskan bagaimana keseluruhan dokumen/kitab yang memuat perikop ini ikut mempengaruhi isi pesan teologis perikop yang anda sedang tafsir;

4. Rumuskan bagaimana isi teologis perikop yang anda sedang tafsir dapat juga (jika ada) memberi pengaruh teologis kepada seluruh isi Alkitab (Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru, atau keduanya).

I. Menyusun sebuah refleksi hermeneutis 

1. Sebagai langkah akhir, temukan apakah isi teologis atau pesan dan maksud perikop yang anda sudah tafsir relevan atau tidak relevan dengan kehidupan bergereja dan bermasyarakat pada masa kini, dan berikan alasan-alasan anda.

Jangan sekali-kali anda memaksa diri sendiri dan orang lain untuk berpikir dan berkeyakinan bahwa seluruh teks kitab suci anda pasti selalu relevan untuk segala tempat dan segala zaman hingga dunia ini berakhir (entah kapan). Pikiran dan keyakinan semacam ini adalah suatu asumsi yang sangat menyesatkan.

2. Temukan apakah ada jurang kebudayaan (cultural gap) yang besar antara teks yang anda sudah tafsir dan temukan isinya dan kehidupan masa kini di Indonesia khususnya dan di dunia pada umumnya, sehingga teks tersebut samasekali tak bisa diterapkan untuk kehidupan masa kini.

Sedikitnya ada tujuh cara yang dapat dijalankan untuk merelevansikan kembali atau menafsir ulang suatu teks Alkitab yang sudah tidak relevan. Bacalah dengan teliti tulisan saya Cara-cara Tafsir Ulang Teks-teks Skriptural Yang Sudah Tak Relevan.

3. Jika menurut anda, teks yang anda sudah tafsir itu relevan, sebutkanlah dalam hal-hal apa saja relevansinya.

4. Buatlah sebuah khotbah singkat (1-2 halaman) untuk gereja anda berdasarkan tafsiran atas teks yang anda sudah buat dengan menjalankan semua langkah di atas.

5. Sebuah khotbah yang baik dan bertanggungjawab dihasilkan dari suatu usaha kritis dan kreatif untuk mempertemukan dan merelevansikan (lewat berbagai cara metodikal) pesan dan makna teks di zaman kuno dan di tempat lain (disebut horison satu) dengan kebutuhan-kebutuhan dan tantangan-tantangan zaman dan tempat si pengkhotbah (disebut horison dua) yang harus dijawabnya dengan kreatif dan konstruktif. 




Interseksi horison 1 dan horison 2, bagian biru muda, itulah wilayah ilmu dan seni hermeneutik


6. Langkah kritis dan kreatif yang melibatkan berbagai disiplin ilmu pengetahuan untuk mempertemukan atau menjembatani atau mengkonvergensikan horison satu dengan horison dua inilah yang dinamakan hermeneutik. "The fusion of horizons" (Gadamer), atau "the intersection of horizons", itulah hermeneutik.

7. Dalam menjalankan hermeneutik, si pengkhotbah masa kini bukan saja harus mampu memasuki dan menyelami dunia dan zaman dulu dengan sebaik mungkin, tapi juga harus mampu memasuki, menyelami dan memahami dengan setepat mungkin dunia di zaman sekarang yang menjadi konteks sosial kehidupannya.

Penutup

Dengan banyak latihan, semoga anda akan makin memahami dan makin mampu menguasai langkah-langkah penafsiran teks-teks Alkitab yang sudah dibeberkan di atas. 

Keseluruhan langkah yang cermat itu dinamakan eksegese, dari kata benda Yunani eksēgēsis (artinya "tafsiran" atau "penjelasan"), dan kata kerjanya eksēgeomai yang artinya "menarik keluar" atau "membawa keluar" makna dari teks yang sedang ditafsir (Yunani: eks-hegeomai). Kebalikannya dinamakan "eisegese", dari kata kerja Yunani eis-hegeomai, artinya makna anda "masukkan ke dalam" (Yunani: eis) teks. 

Anda harus menjalankan eksegese cerdas yang memerlukan ilmu-ilmu pengetahuan. Biarlah para literalis saja yang menjalankan eisegese, yang tidak memerlukan ilmu apapun, alhasil teks bisa berbicara apapun sesuai kemauan mereka yang mereka masukkan ke dalam teks.

Nah, semoga khotbah-khotbah anda di gereja-gereja anda masing-masing akan makin berbobot, autoritatif dan terpelajar. 

Kuasai juga seni dan ilmu retorika, yang diperlukan para orator dan pengkhotbah untuk meyakinkan para pendengar terhadap isi pidato atau khotbah yang sedang disampaikan. 

Ingat, sebagai seorang orator atau seorang pengkhotbah, anda harus punya martabat dan integritas. Jadi, jangan memperdaya para pendengar anda, dan jangan memanipulasi pidato atau khotbah anda demi kepentingan sektarian anda atau demi kerakusan anda. Juga jangan pakai mimbar gereja untuk berpropaganda ideologis.

Seorang pengkhotbah yang bermoral, yang diutus Tuhan, akan selalu mencerdaskan dan mencerahkan serta membuka wawasan para pendengar mereka. Pantang memperbodoh dan mengerdilkan umat. 

Di mimbar, anda berdiri dan berbicara sebagai sang Mentari penerang dan pencerah, bukan sebagai gumpalan awan mendung yang gelap.


N.B. Wajib dibaca juga Metode-metode Ilmiah Tafsir Kitab Suci.

Jakarta,
23 Agustus 2021
18 Mei 2021
10 Januari 2021
1 November 2017
4 November 2010

Ioanes Rakhmat