Tuesday, January 22, 2008

Dari Epistemologi Historis, Kembali ke Makam Yesus

Catatan pengantar
 
Tulisan di bawah ini adalah sebuah tanggapan Ioanes Rakhmat terhadap tulisan Yonky Karman (YK), Menimbang Historiografi Keagamaan, dan tulisan Deshi Ramadhani (DR), Mendisiplinkan Faktualitas Makam Yesus. Tulisan-tulisan YK dan DR ini (yang dapat diminta langsung pada penulis masing-masing) merupakan tanggapan-tanggapan terhadap tulisan Ioanes Rakhmat sebelumnya, Penulisan Sejarah dan Penelitian Makam Keluarga Yesus, yang telah terbit dalam lembaran Bentara Kompas 31 Mei 2007. Karena pertimbangan-pertimbangan tertentu, pihak Kompas sampai kini (22 Januari 2008) belum bisa menerbitkan ketiga tulisan ini.


Tanggapan terhadap YK

Dalam tulisan tanggapannya, YK tampak jelas menyatakan bahwa saya memandang sejarah bisa ditulis objektif seratus persen, yang menurutnya tidak mungkin bisa dilakukan karena dalam penulisan sejarah prasuposisi si sejarawan selalu berperan. Hemat saya, dalam hal ini YK telah tidak cermat membaca tulisan saya yang lalu (Kompas, 31 Mei 2007), yang di dalamnya dengan terang saya menyatakan, “[J]elas tidak ada uraian sejarah yang objektif sepenuhnya, dan selalu akan ada faktor subyektif dari si sejarawan yang ikut berperan.” YK dengan tajam juga menyatakan, “Penganjur Yesus sejarah mengklaim berhasil merekonstruksi Yesus yang historis dan objektif. Padahal, rekonstruksi itu didorong isu-isu kontroversial di masa modern, bukan kontroversi religius dan politis semasa Yesus hidup. Kontroversi modern dimasukkan ke dalam rekonstruksi itu. Yesus dikeluarkan dari lingkungan sosial-Nya dan masuk ke dalam perdebatan modern.” Hemat saya, pernyataan tajam YK ini menunjukkan dirinya tidak mengetahui betul apa yang telah dan sedang dilakukan oleh para peneliti Yesus sejarah dewasa ini.

Para peneliti Yesus sejarah dengan reputasi internasional pada masa kini sudah lama meninggalkan epistemologi objektivis positivis (atau historisisme) dalam usaha-usaha merekonstruksi Yesus yang hidup di masa lalu. Dengan epistemologi objektivis ini, si sejarawan akan mengklaim dapat dengan objektif seratus persen merekonstruksi peristiwa-peristiwa sejarah di masa lalu, tanpa keterlibatan subjektif dirinya di dalamnya. Begitu juga, epistemologi subjektivis (atau fenomenalisme atau narcissisme atau solipsisme historis) sudah tidak diterima lagi. Dengan epistemologi subjektivis ini, semua rekonstruksi sejarah akan dipandang hanya sebagai proyeksi dari lokasi sosial dan kepentingan-kepentingan sosio-politis kultural dan religius si sejarawan sendiri. Inilah yang dituduhkan YK di dalam pernyataannya di atas.

Tuduhan ini, sekali lagi, sama sekali salah sasaran. Para peneliti Yesus sejarah masa kini dengan sadar memegang epistemologi pasca-modernis yang disebut realisme kritikal atau interaktivisme atau relasionisme atau dialektika historis. Dengan epistemologi interaktivis ini, sesuai dengan namanya, setiap rekonstruksi peristiwa di masa lampau dipandang dihasilkan dari interaksi berimbang antara fakta-fakta sejarah objektif di masa lalu dan faktor-faktor subjektif dari si sejarawan sendiri (antara lain, lokasi sosialnya, prasuposisi teologis dan ideologisnya, metodologi penelitian yang dipakainya, serta kriteria otentisitas yang dipilihnya untuk memilah-milah bahan bukti literer tekstual maupun bahan bukti material). Dengan epistemologi interaktivis ini, objektivitas dan subjektivitas berdialektika menghasilkan potret-potret sejarah. Si sejarawan perekonstruksi Yesus sejarah yang memakai epistemologi interaktivis ini akan bersungguh-sungguh berupaya memasuki dunia sosial dan sistem sosial yang di dalamnya Yesus dari Nazaret dulu hidup dan berkarya. Usaha sungguh-sungguh ini tampak antara lain di dalam pemakaian pendekatan lintasilmu yang melibatkan antara lain antropologi lintasbudaya dan lintaszaman, sosiologi, arkeologi, ilmu sejarah dan kajian-kajian literer tekstual. Usaha serius lintasilmu ini diikuti kesadaran penuh si sejarawan untuk menghindarkan diri dari bahaya anakronisme dan etnosentrisme yang bisa timbul dari subjektivitas si sejarawan yang terlalu besar.

YK menekankan bahwa semua kisah Injil tentang mukjizat harus dilihat sebagai kisah-kisah sejarah, bukan semata-mata sebagai kisah-kisah teologis dengan kerugma atau pesan teologis. YK ingin menjadikan teologi Kristen sebagai historiografi Kristen, dan karena itu ia bisa berkata-kata tentang “historiografi injil kanonis” (sementara, kebanyakan pakar biasa menulis “teologi Injil kanonis”). Memasukkan teologi ke dalam historiografi sudah tidak bisa dilakukan lagi dalam historiografi modern, seperti saya sudah tegaskan dalam tulisan yang lalu. Tetapi baiklah, kita turuti saja kemauan YK ini, lalu kita akan sama-sama lihat apa akibat-akibatnya. Sebagai contoh baiklah kita ambil Matius 27:52-53, yang teksnya berbunyi demikian, “… dan kuburan-kuburan terbuka dan banyak orang kudus yang telah meninggal bangkit. Dan sesudah kebangkitan Yesus, merekapun keluar dari kubur, lalu masuk ke kota kudus dan menampakkan diri kepada banyak orang.” Nah, kalau berita Matius ini dipandang sebagai sejarah faktual, bukan teologi, apakah kita siap secara intelektual untuk membayangkan peristiwa yang menyeramkan ini pernah terjadi? Sebaliknya, kalau catatan Matius ini kita dekati menurut literary genre-nya sebagai gambaran apokaliptik kebangkitan Yesus, pesan teologisnya akan dapat kita peroleh dengan baik.

Lalu, ada satu akibat lainnya. Kalau mukjizat-mukjizat dimasukkan ke dalam sejarah sebagai peristiwa-peristiwa sejarah, dan menjadi bagian dari sejarah empiris insani dan natural, semua mukjizat itu tidak bisa hanya sekadar diimani, tetapi harus tunduk pada penelitian-penelitian rasional objektif empiris dan laboratoris, untuk dapat diketahui apakah memang dapat terjadi atau tidak dapat terjadi, seperti biasa dilakukan kepada segala bentuk peristiwa dalam sejarah! Jika mukjizat-mukjizat menjadi bagian dari sejarah, semua mukjizat ini juga harus tunduk kepada hukum-hukum logika naturalis historis dan harus dapat diulang di waktu-waktu lain dan di tempat-tempat yang berbeda. Apakah YK siap dengan ini?

Satu catatan terakhir untuk YK. Saya tidak tahu bagaimana mendamaikan dua pernyataan pertama YK berikut ini dengan sebuah pernyataan berikutnya lagi: “Memang Injil bersifat biografis dan sarat dengan propaganda, namun itu tidak berarti tanpa referensi historis.”; “Karena itu, narasi Injil tidak murni sejarah dan tidak boleh dibaca seperti membaca liputan di surat kabar.”; “Namun, genre sastra injil lebih tepat disebut narasi sejarah (narrated history).” Adalah kewajiban YK, untuk menunjukkan di dalam Injil-injil kanonis mana unsur-unsur “biografi”-nya, mana unsur-unsur “propaganda”-nya, mana unsur-unsur “tidak murni sejarah”-nya, dan mana yang narrated history-nya, sementara dia telah menegaskan bahwa dalam “historiografi injil kanonis” teologi adalah bagian dari sejarah. Apakah YK mampu menunjukkan unsur-unsur yang sudah disebutnya ini?

Tanggapan terhadap DR 

Pertama, penyejajaran novel Dan Brown, The Da Vinci Code (DVC), dengan penemuan dan pengkajian prosopografis makam keluarga Yesus adalah sebuah kesalahan sangat serius dalam mengenal jenis masing-masing subjek. DVC jelas adalah sebuah novel fiksi; sedangkan penemuan dan penelitian makam keluarga Yesus adalah sebuah temuan objektif arkeologis dan kajian saintifik lintasilmu yang masih sedang berlangsung.

Kedua, baik Simcha Jacobovici maupun James Cameron, bukanlah para sejarawan, bukanlah para pakar sains, melainkan para pembuat film. Sebagai para pembuat film tanpa training dalam penulisan sejarah, mereka tidak bisa dipaksa untuk menjadi sejarawan. Interpretasi yang sehat atas karya mereka yang berupa sebuah film dokumenter The Lost Tomb of Jesus harus bisa memperlihatkan di mana kekuatan film mereka dan di mana kelemahannya, di mana fakta dan di mana fiksinya.

Ketiga, ketika mengulas dokumen Kisah Filipus (Acts of Philip) minat Bovon bukanlah pada rekonstruksi historis kehidupan Mariamne yang, dalam Kisah Filipus, adalah sebutan untuk Maria Magdalena, melainkan pada sejarah tradisi yang memuat nama itu. Memang Kisah Filipus memuat bahan-bahan legendaris dan fabel; tetapi tidak berarti di dalamnya tidak ada rujukan-rujukan kepada sejarah. Misalnya, dalam Kisah Filipus dinyatakan bahwa Rasul Filipus mati dan dikuburkan di Hieropolis; ini adalah sebuah catatan sejarah yang sama dengan catatan sejarah Uskup Polykrates dari Efesus dalam suratnya kepada Santo Viktor yang ditulis kira-kira tahun 189-198. Kalaupun Kisah Filipus (abad 4) tidak dipakai, sebutan Mariamne untuk Maria Magdalena masih kita bisa temukan dalam dokumen-dokumen kuno lainnya: 1) Fragmen Yunani dari Injil Maria (akhir abad 2); 2) Tulisan Hippolytus, Refutatio Omnium Haeresium 5.1.7 (awal abad 3); 3) Origenes, Contra Celsum 5.62; dan 4) (dalam aksara Latin) tulisan Priscillian, Apologeticum 1.

Keempat, para arkeolog, paleografer, sejarawan, ahli Kitab Suci, ahli paleo-DNA, ahli statistik, ahli forensik, dan para pakar lain yang sedang meneliti makam keluarga Yesus tidak pernah memakai rujukan dalam Injil Filipus tentang Yesus yang mencium Maria Magdalena (mungkin pada mulutnya) dalam usaha-usaha mereka untuk membuktikan bahwa makam Talpiot itu adalah makam keluarga Yesus. Lagipula, dapat dipastikan Yesus dalam sejarah bukanlah seorang mistikus yang suka memberi “ciuman mistik” kepada para muridnya pada mulut mereka.

Kelima, pemeriksaan mitokondria DNA memang telah dilakukan hanya kepada human residue dari dalam osuarium “Yesus anak Yusuf” dan osuarium “Mariamene e Mara” (=Maria Magdalena); dan tidak dilakukan kepada human residue di dalam semua osuarium lainnya. Ini terjadi bukan karena para peneliti makam keluarga Yesus ini ingin membuktikan bahwa Yesus dan Maria Magdalena tidak bersaudara secara maternal, dan karena itu mereka adalah pasangan suami-istri. Masalahnya adalah karena di dalam semua osuarium lainnya sudah tidak bisa didapatkan human residue sedikitpun, karena bagian dalam dari semuanya telah dibersihkan dengan mesin penghisap debu ketika mau dipamerkan. Pemeriksaan DNA mungkin masih bisa dilakukan terhadap human residue dari osuarium “Yakobus anak Yusuf, saudara dari Yesus”; tetapi sementara ini, hal ini tidak bisa dilakukan karena osuarium ini dan tulang-belulang di dalamnya masih ditahan oleh pemerintah Israel.

Keenam, Prof. Andrey Feuerverger melakukan kajian statistik tidak dengan memperhitungkan enam nama, melainkan empat nama saja (“Yesus anak Yusuf”; “Maria”; “Maria Magdalena”; dan “Yoses”). Probabilitas 1:600 lahir dari kajian statistik atas empat nama ini. Jika osuarium “Yakobus” dimasukkan ke dalam perhitungan Feuerverger, probabilitasnya menjadi 1:30.000. Perhitungan statistik yang dilakukan John Koopmans atas ketujuh nama (termasuk nama “Yakobus”) menghasilkan peluang 1:42.723.672; namun harus dicatat, angka ini dihasilkan setelah melipatgandakan penduduk kota Yerusalem pra-tahun 70 sampai 30 kali angka rata-rata sebenarnya (50.000 orang). Data statistik ini menunjukkan betapa uniknya makam Talpiot itu sebagai makam keluarga Yesus.

Ketujuh, yang berkepentingan terhadap semua osuarium makam Talpiot dan osuarium “Yakobus” bukanlah CIA, tetapi IAA (Israel Antiquities Authorities). IAA berhasil mendapatkan dari Oded Golan foto osuarium Yakobus yang bercap “Expiry 76”; angka 76 ini menunjukkan bukan tahun pengambilan foto itu, tetapi batas kedaluwarsa kertas foto yang dipakai. Kepastian kuat bahwa osuarium “Yakobus” berasal dari makam Talpiot diperoleh dari pemeriksaan (dengan mikroskop elektron) “sidik jari” lapisan mineral patina osuarium ini yang “match” dengan “sidik jari” lapisan mineral patina dari dinding-dinding makam Talpiot dan dari semua osuarium yang ditemukan di dalamnya. Dalam artikel Amos Kloner (‘Atiquot, 1996) memang ditulis bahwa osuarium Yakobus itu “tidak berinskripsi” (Plain); tetapi identifikasi ini dibuat tergesa-gesa di lapangan (“field description”) dan bisa keliru, tidak dihasilkan dari penelitian yang seksama. Joseph Gat (seorang penggali makam Talpiot), misalnya, sebulan setelah penemuan makam itu di tahun 1980, telah keliru menyatakan bahwa hanya ada empat osuarium dari makam Talpiot yang berinskripsi, padahal sebetulnya (sesudah diteliti kembali) ada enam osuarium berinskripsi.

Kedelapan, gagasan bahwa makam Talpiot berisi tulang-belulang dari 35 orang atau lebih, bukan didasarkan pada kajian antropologis apapun atas tulang-belulang yang ada di dalam makam Talpiot, melainkan suatu tafsiran demografis yang diajukan Amos Kloner yang merupakan jumlah rata-rata individu per kuburan dari seluruh kuburan di sekitar Yerusalem yang sudah ditemukan.

Penutup: sebuah catatan pastoral 

Sebagai penutup, saya ingin menegaskan bahwa penemuan makam Talpiot dan penelitian-penelitian yang sedang dijalankan terhadap makam ini sama sekali tidak mengganggu iman Kristen pada kebangkitan Yesus, apabila kita mendasarkan diri pada berita Perjanjian Baru dalam 1 Korintus 15:35-58, bahwa Yesus yang bangkit, adalah Yesus yang bangkit dalam tubuh atau raga kemuliaan, raga surgawi, raga rohani, yang tidak akan bisa mati lagi. Hanya dengan raga kemuliaan yang tidak bisa mati lagi ini, dan bukan di dalam raganya yang lama yang dapat mati lagi, Yesus Kristus dapat menjadi Tuhan yang hidup, yang hadir di dalam doa dan kehidupan orang Kristen kapanpun dan di manapun.***


Tulisan kedua 

Tulisan saya di lembaran Bentara Kompas, 5 April 2007, yang berjudul Kontroversi Temuan Makam Keluarga Yesus, telah menyulut berbagai kontroversi dan reaksi meluas. Sebuah tanggapan terbuka terhadap tulisan itu, berjudul Historisasi Makam Kosong Yesus, telah dimuat di lembaran yang sama dalam koran yang sama pada 5 Mei 2007, ditulis oleh Deshi Ramadhani, seorang dosen tafsir Perjanjian Lama dari STF Driyarkara, Jakarta. Berikut ini (sudah terbit di Bentara Kompas, 31 Mei 2007) adalah sebuah tanggapan terhadap tulisan Deshi Ramadhani ini. 

Penulisan sejarah 

Jika ilmu sejarah dipahami dalam pengertian modern, penulisan sejarah adalah penulisan tentang sebuah peristiwa di masa lampau yang asal-usul kejadiannya harus dicari hanya pada penyebab-penyebab empiris natural, sosiologis dan kultural. Penulisan sejarah bukanlah penulisan sebuah teologi. Di dalam teologi (khususnya di dalam agama-agama monoteistik), penyebab-penyebab sebuah kejadian dalam dunia dijelaskan tidak terlepas dari keterlibatan Allah di dalamnya, keterlibatan faktor non-empiris supernatural, non-sosiologis dan non-kultural. Adalah asumsi dasariah dalam teologi bahwa Allah bertindak dalam kehidupan dunia manusia; teologi hanya bisa dijalankan jika asumsi ini diterima. 

Sedangkan asumsi dasariah dalam penulisan sejarah adalah segala sesuatu dapat terjadi dalam dunia ini hanya karena sebab-sebab empiris natural, sosiologis dan kultural. Jikalau seorang sejarawan menulis sebuah uraian sejarah dengan ke dalamnya dia melibatkan intervensi Allah ke dalam dunia kodrati, maka dia berhenti menjadi seorang sejarawan, berubah menjadi seorang teolog, dan karya tulisnya berubah menjadi sebuah teologi. Beberapa ilustrasi dapat diajukan.

Ketika seorang pakar sejarah Indonesia sedang menulis misalnya tentang Perang Diponegoro, dan di dalam tulisannya itu dia menyatakan bahwa Pangeran Diponegoro mendapatkan keberanian dan mampu mengembangkan taktik dan strategi tempur melawan kolonial Belanda karena Allah dan bala tentara surgawi membantu sang Pangeran secara langsung, sang ahli sejarah ini bukan sedang menulis sejarah, melainkan sedang menulis sebuah teologi atau sebuah epos religius. Tentu saja dalam perjuangannya Pangeran Diponegoro bisa saja dipengaruhi sangat kuat oleh imannya kepada Gusti Allah, dan karenanya bisa saja dia mengklaim bahwa Allah telah membantunya dalam perang melawan Belanda. 

Tetapi, ketika seorang sejarawan modern menulis tentang Perang Diponegoro, maka dia akan menyatakan bukan bahwa Gusti Allah dengan kuasa-Nya telah membantu dan menopang Pangeran Diponegoro, melainkan bahwa sang Pangeran sangat dipengaruhi oleh ideologi keagamaannya. Seorang sejarawan tidak berurusan dengan Allah yang dipercaya Pangeran Diponegoro, tetapi dengan ideologi religius sang pangeran sebagai sebuah variabel sosio-kultural historis yang ikut berperan dalam kiprah-kiprah kejuangannya.

Kitab Kisah Para Rasul adalah sebuah dokumen dalam Perjanjian Baru yang mengisahkan kelahiran dan pertumbuhan gereja-gereja Kristen perdana berkat kerja keras para rasul, terutama rasul Paulus, berawal di Palestina lalu meluas ke kawasan dunia Laut Tengah kuno di luar Palestina, sampai ke kota Roma. Dilihat dari perspektif modern tentang penulisan sejarah, apa yang dituturkan penulis kitab Kisah Para Rasul ini bukanlah sebuah tulisan sejarah, tetapi sebuah teologi karena di dalamnya dilaporkan bahwa kelahiran dan perluasan gereja Kristen oleh para rasul itu terjadi karena Roh Kudus atau Roh Yesus Kristus menyertai mereka dan melalui mereka mengadakan banyak mukjizat. “Mirakulisasi” atau pengajuan klaim bahwa suatu kejadian adalah mukjizat (Latin: miraculum) ilahi diperlukan hanya dalam teologi, bukan dalam penulisan sejarah. Tentu ada beberapa catatan sejarah faktual di dalam dokumen yang dinamakan Kisah Para Rasul ini; tetapi secara keseluruhan dokumen ini bukanlah dokumen sejarah dalam pengertian modern.

Ketika seorang dokter Kristen sedang menangani seorang pasien yang sedang sakit berat, dan dia diharapkan dapat menyembuhkan sang pasien, dia tidak bisa berdiam diri secara pasif saja menyerahkan sang pasien kepada Yesus untuk secara ajaib menyembuhkannya. Jika dia melakukan hal ini, dia bisa dituntut dan diajukan ke pengadilan dengan suatu tuduhan bahwa dia telah tidak menjalankan tugas profesionalnya sebagai seorang dokter yang wajib (karena dia berada di bawah sumpah!) melakukan serangkaian prosedur medik ilmiah untuk mengobati sang pasien. Seorang dokter bisa percaya bahwa mukjizat bisa terjadi dalam dunia ini; tetapi, ketika dia menjalankan profesinya sebagai seorang dokter, dia wajib mewujudkan kesembuhan untuk pasiennya dengan memakai segenap kemampuan profesionalnya dan mengikuti semua prosedur keilmuan yang dikuasainya. Sebagai seorang dokter, dia tidak boleh menyerah pada keganasan penyakit yang sedang diderita pasiennya, tetapi harus tetap tekun dan taat asas melaksanakan tugas-tugas profesionalnya sebagai seorang dokter.

Begitulah, seorang sejarawan yang melakukan kajian sejarah terhadap figur Yesus harus tetap konsisten berjalan pada jalur ilmiah dari ilmu sejarah, ilmu yang memperhitungkan hanya faktor-faktor empiris natural, sosiologis dan kultural. Taat asas dalam prosedur keilmuan bidangnya, adalah suatu syarat yang harus dipenuhi oleh setiap orang yang mengklaim diri ilmuwan. Pencampuradukan profesi seorang sejarawan dengan profesi seorang teolog akan menimbulkan ketidakdisiplinan ilmiah, perancuan kategoris dan penyesatan informasi. Meskipun jelas tidak ada uraian sejarah yang obyektif sepenuhnya, dan selalu akan ada faktor subyektif dari si sejarawan yang ikut berperan, namun si sejarawan harus pasti dalam satu hal, yakni bahwa dia akan memperhitungkan hanya faktor-faktor empiris natural, sosiologis dan kultural, dalam dia menyusun suatu historiografi.  

Kisah-kisah tentang mukjizat 

Yang ditemukan dalam Alkitab bukanlah mukjizat-mukjizat, tetapi kisah-kisah tentang mukjizat. Pembaca masa kini bukanlah penyaksi mukjizat-mukjizat yang dikisahkan di dalamnya, tetapi hanya sebagai para pembaca kisah-kisah itu. Kisah-kisah tentang mukjizat harus diterima apa adanya, yakni sebagai kisah-kisah. Memperlakukan kisah-kisah tentang mukjizat sebagai sama dengan fakta-fakta mukjizat empiris obyektif adalah suatu lompatan yang terlampau jauh, melampaui keterbatasan kisah-kisah yang ditulis sebagai karya-karya sastra. Lagi pula, dalam Perjanjian Baru, kisah-kisah tentang mukjizat Yesus ditulis bukan oleh para saksi mata. Selalu akan ada kesenjangan antara apa yang dikisahkan dan apa yang faktual telah terjadi. 

Sebagai kisah-kisah, kisah-kisah tentang mukjizat dapat dianalisis secara rasional ilmiah, dengan mengajukan antara lain pertanyaan-pertanyaan berikut: dalam konteks sosial-kultural historis dan religius apa kisah-kisah itu ditulis; faktor-faktor apa yang berperan di dalam penulisan kisah-kisah itu; untuk kisah-kisah tentang mukjizat dalam Perjanjian Baru, adakah kisah-kisah paralel yang dapat ditemukan dalam dunia Greko-Romawi; apa tujuan penulisan kisah-kisah tentang mukjizat dalam konteks luas dunia Greko-Romawi; di tempatkan dalam konteks zamannya dan dalam konteks temuan-temuan arkeologis mutakhir dan kajian-kajian antropologis lintas-budaya, apakah ada hal-hal yang dikisahkan yang tidak mungkin terjadi dalam sejarah; termasuk ke dalam jenis sastra ( literary genre) apakah kisah-kisah tentang mukjizat itu; dalam konteks seluruh dokumen sastra yang memuat kisah-kisah mukjizat itu, apa fungsi sastrawi dari kisah-kisah tentang mukjizat itu, dan mengapa kisah-kisah ini muncul dalam suatu konteks sastra tertentu dan bukan dalam suatu konteks sastra lainnya.

Mengajukan serangkaian pertanyaan rasional semacam di atas, bukanlah melakukan demirakulisasi (= penghilangan mukjizat) atas kisah-kisah tentang mukjizat, tetapi suatu keharusan prosedural metodologis untuk merekonstruksi sejarah kehidupan dari orang-orang atau komunitas-komunitas yang membuat kisah-kisah tentang mukjizat tersebut.

Yesus memberi makan 5000 orang hanya dengan 5 ketul roti dan 2 ekor ikan. Jika demikian halnya, mengapa kelaparan masih merupakan problem besar dunia masa kini? 

Ambil sebuah contoh, yakni kisah tentang Yesus memberi makan lima ribu orang (laki-laki) dengan lima roti dan dua ekor ikan (Matius 14:13-21 dan paralelnya). Di sini kita berhadapan dengan kisah Injil tentang mukjizat Yesus, bukan dengan mukjizat Yesus itu sendiri. Hanya dalam Injil Yohanes dikatakan bahwa Yesus sendiri langsung membagi-bagikan makanan itu kepada lima ribu orang itu (Yohanes 6:11); sedangkan dalam Injil-injil lainnya para murid Yesuslah yang membagi-bagikan makanan yang sebelumnya mereka telah terima dari Yesus. Bukan tempatnya di sini untuk mengajukan semua pertanyaan di atas kepada kisah ini. Pembahasan tuntas kisah mukjizat ini anda dapat temukan dalam tulisan saya di sini.

Terhimpunnya dalam satu hari orang laki-laki sampai lima ribu orang (belum termasuk perempuan dan anak-anak) bukanlah kejadian mudah; ini adalah sebuah tindakan yang tidak mungkin dilakukan Yesus dengan aman-aman saja, mengingat baik Herodes Antipas (penguasa Galilea dan Perea) maupun Roma (penjajah seluruh tanah Palestina zaman Yesus) akan segera bereaksi secara represif militeristik terhadap setiap usaha menghimpun massa dalam jumlah besar, seperti telah terjadi pada Yohanes Pembaptis yang dibunuh Herodes Antipas karena kekuatirannya atas massa pengikut Yohanes Pembaptis (baca tuturan tentang ini dalam Flavius Yosefus, Antiquities 18.116 dyb) dan pada kegiatan-kegiatan sejenis lainnya seperti telah dilaporkan juga oleh sejarawan Yahudi yang sama, Yosefus. 

Jadi, dilihat dari konteks sosio-politis zaman Yesus, sangat mustahil kalau Yesus bisa menghimpun lima ribu orang laki-laki dengan dirinya tetap aman-aman saja. Selain itu, harus diingat, total penduduk di kawasan-kawasan di sekitar tempat terjadinya pemberian makan lima ribu orang itu jelas tidak mencapai angka lima ribu.

Ada tiga golongan penafsir atas kisah tentang mukjizat pemberian makan lima ribu orang ini. Yang pertama adalah kalangan supernaturalis, yang menyatakan bahwa Yesus, dengan kekuatan supernaturalnya, betul-betul faktual pernah melakukan mukjizat memberi makan lima ribu orang dengan lima roti dan dua ikan, dengan sisa dua belas bakul (dari mana bakul-bakul ini berasal?). Masalah dari tafsiran kalangan supernaturalis ini adalah kesulitan orang entah untuk membayangkan terhimpunnya bergunduk-gunduk roti dan ikan mendadak sehabis makanan-makanan ini (lima ketul roti dan dua ekor ikan) didoakan Yesus, atau pun untuk membayangkan bahwa di tangan para murid yang membagi-bagikan makanan itu akan langsung muncul roti-roti dan ikan-ikan baru tidak habis-habisnya sampai semua orang yang duduk berhimpun mendapat makanan. Para mentalist dan illusionist dalam zaman modern yang piawai memakai trik teknologis dan trik mental untuk memperdaya masyarakat juga pasti tidak bisa mengadakan kejadian semacam ini: mengadakan gundukan roti secara mendadak bergunung-gunung di sekitar diri mereka!

Penafsir kedua adalah dari golongan rasionalis. Mereka menyatakan bahwa prakarsa Yesus dan para murid untuk membagi makanan itu kepada beberapa orang yang sedang duduk di barisan terdepan telah mendorong orang-orang lain di dalam perhimpunan besar itu untuk juga membagi-bagi makanan yang mereka telah bawa dari rumah masing-masing kepada orang-orang lainnya, sehingga akhirnya semua orang mendapatkan roti dan ikan yang cukup, tanpa perlu mukjizat terjadi. Kesulitan tafsiran rasionalis ini adalah teks Injil-injil jelas-jelas tidak berbicara tentang sharing of bread dan sharing of fish semacam itu. Sebaliknya, dalam Injil-injil dikatakan bahwa orang-orang yang berhimpun di situ sama sekali tidak membawa makanan apa pun, kecuali hanya lima roti dan dua ekor ikan (yang ada pada seorang anak).

Tetapi harus diakui bisa saja hal yang dibayangkan kalangan penafsir rasionalis ini secara faktual historis benar; tetapi karena kejadian historis yang semacam ini tidak membuat Yesus tampil sakti mandraguna, maka sejarah diubah oleh para penulis kitab-kitab injil dalam Perjanjian Baru (mulai dari Markus) sehingga lahirlah kisah-kisah hebat tentang Yesus membuat mukjizat pemberian makan 5000 orang ini yang kita dapat baca sekarang dalam injil-injil PB. Sudah menjadi suatu kecenderungan umum di kalangan orang Kristen perdana dulu untuk semakin lama semakin mempermuliakan dan mengagungkan Yesus, bahkan akhirnya sampai menempatkan Yesus setara dengan Allah sendiri, karena mereka dengan tidak mau kalah sedang terlibat dalam suatu persaingan ideologis sengit dengan kalangan-kalangan lain di dunia Yunani-Romawi yang sudah memiliki figur-figur mahaagung mereka sendiri, seperti Kaisar Augustus yang dipandang orang Roma sebagai sang juruselamat dunia yang kelahirannya membawa kabar baik dan keselamatan untuk seluruh kawasan kekaisaran.

Tafsiran ketiga yang paling mungkin diterapkan adalah dengan memperlakukan kisah ini sebagai sebuah kisah teologis mitologis, bukan kisah sejarah. Tafsiran teologis sesuai dengan hakikat setiap Kitab Suci sebagai sebuah kitab keagamaan, sebuah kitab teologis, bukan sebuah kitab sejarah. Bagi teologi penulis Injil Matius, Yesus adalah “Musa yang baru”, yang membawa hukum baru, dan yang mengulangi kembali bahkan melampaui kisah-kisah besar yang pernah dikisahkan tentang Nabi Musa. Kalau dulu untuk memelihara umat Israel yang sedang berada dalam perjalanan di padang gurun di bawah pimpinan Musa (dan Harun) Allah telah memberi mereka makan “daging” dan “roti” (yang disebut manna) (lihat Keluaran 16), kini, untuk umat Allah yang baru, yaitu Israel baru, Yesus sebagai Musa yang baru atau bahkan lebih besar dari Musa juga telah memberi himpunan besar para pengikutnya roti dan daging ikan sampai mereka kenyang, langsung dari tangannya sendiri. Di tangan penulis Injil Matius, Musa adalah tipologi Yesus, Yesus yang muncul kemudian dalam sejarah Israel. Pemberian makan ini hanya ada dalam teks, dalam dunia kisah, dalam dunia ide teologis, bukan dalam sejarah insani faktual.

Nah, memperlakukan kisah tentang mukjizat Yesus memberi makan lima ribu orang ini sebagai kisah teologis, bukan kisah sejarah, bukanlah melakukan demirakulisasi, tetapi diharuskan oleh sifat-sifat kisah tentang mukjizat ini sendiri. 

Makam keluarga Yesus dan kajian sejarah 

Ada pada kita bukti material objektif arkeologis berupa sebuah makam keluarga di Talpiot yang berisi osuarium yang bertuliskan nama “Yesus anak Yusuf” dan osuarium-osuarium lain yang bertuliskan lima nama lain yang berhubungan erat dengan Yesus sebagai satu keluarga, yang hampir semuanya adalah nama-nama yang ditemukan dalam Perjanjian Baru. Dan ada juga pada kita sebuah osuarium lain yang sudah dapat dipastikan berasal dari makam yang sama, yakni osuarium yang berinskripsi “Yakobus anak Yusuf, saudara dari Yesus”. Ini adalah sebuah fakta objektif material arkeologis, bukan rekayasa Yahudi untuk (seperti dituduhkan banyak orang Kristen belakangan ini) menjatuhkan agama Kristen. 

Juga ada data ilmiah dari ilmu statistik modern bahwa temuan arkeologis makam keluarga di Talpiot ini sangat unik, dengan peluang (menurut Feuerverger yang hanya memperhitungkan empat nama saja) hanya satu kali dari antara enam ratus kasus (1:600). Belakangan, John Koopmans juga melakukan perhitungan statistik serupa, tetapi kali ini dengan memperhitungkan tujuh nama yang ada, termasuk nama “Yakobus anak Yusuf, saudara dari Yesus”, dan dengan melipatgandakan penduduk kota Yerusalem sampai tiga puluh kali dari angka rata-rata yang sebenarnya. Menurut Koopmans, peluangnya adalah 1:42.723.672. Artinya, hanya akan ada satu makam keluarga seperti makam Talpiot dari 42.723.672 keluarga di Yerusalem pra-tahun 70. Angka-angka statistik ini telak menunjukkan tidak akan ada lagi kasus semacam makam Talpiot.

Yang baru dicatat di atas adalah fakta-fakta dan data ilmiah, bukan kesimpulan sejarah. Kesimpulan sejarah hanya akan bisa dihasilkan, apakah makam Talpiot adalah makam keluarga Yesus dari Nazareth (Yesus yang dipercaya orang Kristen sebagai Tuhan dan Kristus), apabila dilakukan pengkajian-pengkajian prosopografis lebih lanjut untuk menemukan “fit” atau “kecocokan” antara data material arkeologis dan data dari teks-teks kuno, termasuk teks-teks Perjanjian Baru. 

Jadi, usaha-usaha membuktikan makam Talpiot adalah makam keluarga Yesus dari Nazareth sama sekali bukanlah usaha-usaha demirakulisasi, melainkan usaha-usaha bidang kajian prosopografis untuk menemukan (melalui kajian ilmiah) kecocokan sejarah antara bukti material arkeologis dan keterangan-keterangan di dalam teks-teks kuno. Biarkan mereka yang sedang melakukan pengkajian prosopografis ini bekerja dengan taat asas di alur disiplin ilmu pengkajian arkeologis dan ilmu sejarah; jangan mereka dikecam atas nama teologi atau doktrin Kristen apapun.

Problem terbesar dalam memakai kata demirakulisasi adalah si pemakai kata ini untuk menuduh saya sama sekali belum membuktikan secara empiris bahwa mukjizat-mukjizat yang dia percaya ada, ada betulan dalam dunia ini, bukan hanya ada dalam kepercayaannya. Kepercayaan terhadap adanya mukjizat, sekuat apapun, ya baru terbatas hanya sebagai kepercayaan, bukan fakta-fakta. Sedangkan, yang saya perlukan untuk membantah tulisan-tulisan saya tentang makam Talpiot adalah fakta-fakta tandingan, bukan kepercayaan-kepercayaan keagamaan, entah kepercayaan yang naif atau kepercayaan yang cerdas. Fakta dan sains harus dilawan dengan fakta dan sains, bukan dengan dogma keagamaan atau iman pada adanya mukjizat.   

by Ioanes Rakhmat



Friday, January 11, 2008

Pesan Injil Thomas: Kembali ke Eden Perdana

Kalau dunia yang sekarang manusia diami ini dipandang sudah sangat buruk, jahat dan mengecewakan, apa jalan keluarnya untuk kehidupan manusia? 

Biasanya, orang akan mencari penyelesaiannya pada Apokalipsis, yakni pada suatu Dunia Baru yang sama sekali berbeda, suatu dunia yang sempurna, suatu utopi, yang akan didatangkan di ujung waktu, di akhir zaman, dari langit, di hari kiamat, ketika dunia lama telah dilenyapkan dalam suatu bencana jagat raya. 

Kapan dan bagaimana caranya Dunia Baru ini akan didatangkan, jawabannya diberikan Allah lewat "wahyu" atau "penyingkapan ilahi" atau "divine disclosure" (Yunani: apokalypsis). 

Dipercaya bahwa lewat wahyu-Nya, Allah menyingkapkan hal-hal yang akan terjadi di hari terakhir (Yunani: eskhatos, "akhir" atau "ujung"). Keyakinan inilah yang dinamakan eskatologi apokaliptik.




Sendirian saja, tidak berdua...


Orang-orang yang menganut apokaliptisisme pada umumnya sangat mempercayai bahwa mereka wajib melakukan segala sesuatu yang dapat mempercepat kedatangan Dunia Baru itu. Usaha menarik orang sebanyak-banyaknya untuk masuk ke dalam suatu agama apokaliptik, diyakini para penganut apokaliptisisme sebagai suatu usaha yang dapat mempercepat kedatangan Dunia Baru itu. 

Pada sisi lain, usaha apapun juga yang dapat mempercepat kehancuran dan kebinasaan total dunia lama, misalnya terror, bom bunuh diri, atau pun perang dunia dengan menggunakan weapons of mass destruction, dipandang oleh semua kalangan keagamaan apokaliptik radikal dalam berbagai agama sebagai usaha-usaha mempercepat tibanya Dunia Baru di ujung waktu. Inilah doomsday theology atau teologi kiamat, suatu teologi yang buruk, dus lebih tepat disebut ideologi kiamat.

Adakah jalan keluar lainnya? Kalau apokaliptisisme mencari dan menemukan penyelesaian atas kemelut, kegundahan, kekosongan makna, dan kebobrokan dunia ini pada Dunia Baru di akhir zaman, di ujung waktu, atau pada eskatologi apokaliptik, jalan keluar lainnya dapat ditemukan pada titik sebaliknya, yakni pada titik permulaan kehidupan, pada keadaan paling awal dari kehidupan manusia dan dunia ini, atau pada protologi, pada hal-hal yang ada di permulaan kehidupan. 

Injil Thomas yang memuat 114 “ucapan rahasia” Yesus menawarkan bukan suatu eskatologi apokaliptik, tetapi protologi sebagai suatu jalan untuk manusia dapat keluar dari kemalangan, kegelapan dan kesekaratan dunia ini. 

Prolog injil ini menegaskan bahwa semua ucapan Yesus di dalamnya adalah ucapan-ucapan rahasia dan tersembunyi dari Yesus yang hidup, yang Yudas Thomas si Kembar telah tulis. 

Kemudian, logion (ucapan) pertamanya (#1) menyatakan barangsiapa menemukan penafsiran atau maksud ucapan-ucapan ini, orang itu tidak akan mengecap kematian. 

Penafsiran yang cerdas telah berhasil membuka “rahasia” 114 ucapan Yesus dalam injil ini. 

Protologi adalah “rahasia” yang disembunyikan oleh 114 ucapan Yesus dalam injil ini. 

Bila orang menganut protologi yang ditawarkannya, penyusun injil ini yakin bahwa orang itu telah dan sedang mengalami keselamatan, dunia tidak berkuasa lagi atasnya, dan tidak akan mengecap kematian.

Protologi disodorkan sebagai suatu jalan keluar dari dunia yang dipandang sudah tidak berharga lagi. 

Dunia ini, bagi penyusun Injil Thomas, sudah seperti mayat, tidak ada harganya: 

"Barangsiapa telah memahami dunia ini, dia telah menemukan mayat. Dan barangsiapa telah mendapatkan mayat ini, baginya dunia tidak berharga." (#56). 

Dunia ini dipenuhi oleh orang-orang yang tidak memiliki kesadaran, penglihatan dan kepemilikan spiritual yang benar, orang-orang yang “mabuk,” “buta” dan “miskin” (##28,3). 

Ke dalam dunia yang semacam itu, Yesus telah datang untuk “memeranginya” dengan “pedang” dan membakarnya dengan “api” (##10,16). 

Murid-murid-Nya diminta untuk “berjaga-jaga” terhadap dunia semacam ini (#21), “berpuasa darinya” (#27) dengan melepaskan keterikatan mereka pada hal-hal duniawi, “menyangkalinya” (##110,111) dan menempatkan diri mereka di dalamnya sebagai musafir atau orang yang hanya lewat saja, pengelana (#42).

Ketika murid-murid Yesus memandang ke masa depan, kepada kedatangan kerajaan Allah dari langit di akhir dunia, sebagai penyelesaian apokaliptik atas semua keadaan buruk dunia ini, Yesus menegaskan bahwa jika kerajaan itu akan datang dari langit, maka burung-burung di udara akan mendahului mereka; juga seandainya kerajaan itu akan datang di laut, maka ikan-ikan akan mendahului mereka (#3). 

Jadi, Yesus dalam Injil Thomas menolak suatu penyelesaian apokaliptik, dan, sebaliknya, menekankan bahwa kerajaan itu sudah datang, sudah ada “di dalam dan di luar” diri murid-murid-Nya (#3), meliputi muka bumi kendati pun orang tidak melihatnya (#113). Yesus menegaskan bahwa “Dunia Baru” yang ditunggu para murid telah datang (#51).

Murid-murid yang mencari penyelesaian apokaliptik, bertanya kepada Yesus, “Katakan kepada kami bagaimana akhir kami akan datang.” 

Yesus menjawab mereka,

“Apakah kamu sudah menemukan awal, sehingga kamu mencari akhir? Di tempat di mana ada awal, di situ akan ada akhir. Diberkatilah orang yang berdiri di awal: dia akan mengetahui akhir dan tidak akan mengecap kematian” (#18). 

Jelas, bagi Yesus, yang terpenting adalah “menemukan awal”, menemukan titik yang dinamakan “awal”; pada titik berharga inilah penyelesaian atas semua keadaan buruk dunia ini ditemukan. 

Barangsiapa menemukan awal, dia menemukan akhir, keselamatan, dan tidak akan mengecap kematian. Inilah protologi yang ditawarkan penyusun Injil Thomas. 

Menemukan “awal” sebagai jalan masuk ke dalam kerajaan! “Awal” yang bagaimana? 

Dalam logion #22 (lihat juga ## 23,61,106,114) “awal” ini dengan jelas digambarkan:

Yesus melihat anak-anak yang sedang menyusu, dan Dia berkata kepada murid-murid-Nya, “Anak-anak ini seperti orang-orang yang masuk ke dalam kerajaan.”

Mereka bertanya kepada-Nya, “Jika kami anak-anak, akankah kami masuk ke dalam kerajaan?” 

Yesus menjawab mereka, 

“Pada waktu kamu membuat dua menjadi satu, dan pada waktu kamu membuat bagian yang batiniah seperti bagian yang lahiriah, dan yang lahiriah seperti yang batiniah, dan bagian sebelah atas seperti bagian sebelah bawah, dan ketika kamu membuat yang laki-laki dan yang perempuan menjadi satu tunggal sehingga yang laki-laki bukan lagi laki-laki dan yang perempuan bukan lagi perempuan, ketika kamu menjadikan mata menggantikan mata, tangan menggantikan tangan, kaki menggantikan kaki, dan sebuah gambar menggantikan sebuah gambar, maka kamu akan masuk ke dalam kerajaan.”

“Anak-anak yang sedang menyusu” (lihat juga ## 4,46) adalah suatu model yang sempurna bagi mereka yang akan masuk ke dalam kerajaan Allah, yaitu mereka yang menemukan kembali kodrat aseksual, sebagai bukan laki-laki dan juga bukan perempuan. 

Itulah yang dimaksud dengan ucapan Yesus “ketika kamu membuat yang laki-laki dan yang perempuan menjadi satu tunggal sehingga yang laki-laki bukan lagi laki-laki dan yang perempuan bukan lagi perempuan.” 




Menjadi "satu tunggal". Reunion Adam Hawa, kembali menjadi satu sosok androginik. Itulah jalan keselamatan yang disampaikan Injil Thomas.


Sesuatu yang “satu tunggal” ini mengacu pada keadaan paling awal dari kehidupan manusia, ketika “Adam” (= manusia) ditempatkan di Taman Eden dan belum dipecah menjadi dua: manusia laki-laki dan manusia perempuan; ketika Adam masih dalam kodrat “androginik”, kodrat bukan-laki-laki dan bukan perempuan, atau sekaligus laki-laki (andros) dan perempuan (gynē ); ketika “dua menjadi satu”; ketika Adam belum jatuh ke dalam dosa yang ditimbulkan oleh adanya dua makhluk manusia, laki-laki dan perempuan (bdk. Injil Filipus 64, 71). 

Ituah keadaan perdana atau keadaan paling awal dari Taman Eden, the earliest Eden, ketika arketipe sorgawi (“bagian sebelah atas”) dan manifestasi duniawi (“bagian sebelah bawah”) dari makhluk Adam masih bersifat androginik.

Dengan kembali pada keadaan Eden perdana, manusia masuk ke dalam keselamatan, ke dalam kerajaan. 

Bagi penyusun Injil Thomas, adalah sangat baik, bahkan sangat ideal, jika manusia (masih) sendirian, sebagai makhluk yang secara kodrati tidak mengenal gender. 

Ketika keadaan androginik ini dimasuki, maka fungsi-fungsi indra mengalami perubahan. Mata menggantikan mata; tangan menggantikan tangan, dan kaki menggantikan kaki. Dan citra manusia pun berubah; gambar menggantikan gambar.
 
Tetapi bagaimana caranya, dalam kehidupan nyata, manusia dapat kembali ke dalam kehidupan Eden perdana, ketika Adam masih sebagai makhluk androginik, belum terpecah menjadi dua? 

Taman Eden selamanya adalah mitos. Asal-usul historis Homo sapiens, menurut sains, adalah Afrika Selatan, 300.000 tahun yang lalu. 

Penyusun Injil Thomas memberi petunjuk, yakni dengan cara menempuh kehidupan asketik selibat, hidup “sendirian” (## 49,75), baik bagi laki-laki maupun bagi perempuan, dan menjauhkan diri dari kehidupan duniawi dan menyangkali dunia ini sama sekali. Di dunia ini, orang harus memperlakukan dirinya hanya sebagai musafir yang hanya lewat saja:

“Jika engkau tidak berpuasa dari dunia ini, engkau tidak akan menemukan kerajaan itu. Jika engkau tidak memelihara sabat
sebagai sabat, maka engkau tidak akan melihat sang bapa” (#27).

“Jadilah musafir!” (#42)

“Hendaklah barangsiapa yang telah menemukan dunia ini dan menjadi kaya raya, menyangkali dunia ini.” (#110).

Sabat tidak dipahami sebagai kewajiban keagamaan seminggu sekali, melainkan sebagai sabat primordial, saat ketika Allah pada awalnya, dalam penciptaan dunia, beristirahat. Mengalami kembali “sabat primordial” ini, yaitu saat rehat, rest, primordial, adalah sesuatu yang didambakan (#50; bdk #51).

Dihadapkan pada tuntutan kehidupan asketik selibat radikal, bentuk-bentuk kesalehan religius lainnya menjadi tidak berharga, bahkan menjadi sesuatu yang menghancurkan:

Murid-murid-Nya bertanya kepadanya, 

“Apakah Engkau ingin kami berpuasa? Bagaimanakah kami berdoa? Haruskah kami memberi sedekah? Pantangan apakah yang harus kami perhatikan?” (#6a)

Yesus berkata kepada mereka, 

“Jika kalian berpuasa, kalian akan mendatangkan dosa atas diri kalian sendiri. Dan jika kalian berdoa, kalian akan menghukum diri kalian sendiri, dan jika kalian memberi sedekah, kalian akan melakukan yang jahat terhadap roh kalian sendiri.” (#14a)

Sunat lahiriah pun ditolak:

Murid-murid-Nya berkata kepada-Nya,

“Bermanfaat atau tidakkah sunat itu?” 

Dia berkata kepada mereka, 

“Seandainya bermanfaat, maka ayah mereka akan telah melahirkan mereka dalam keadaan bersunat dari dalam kandungan ibu mereka. Tetapi sunat sejati di dalam roh itu lebih berharga dari segala sesuatunya.” (#53)
 
Jadi, Injil Thomas menawarkan suatu jalan lain yang bukan Apokalipsis dalam orang berusaha menghadapi dunia yang dipandang sudah tidak memiliki kegunaan dan kebaikan lagi. 

Jalan yang ditawarkannya adalah protologi, jalan kembali ke dalam kehidupan Eden perdana, ketika Adam masih berkodrat androginik, ketika dosa dan pelanggaran serta ketidaktaatan belum terjadi dan maut belum berkuasa. 

Untuk tiba di dunia Eden yang semacam ini, orang harus menjalani kehidupan asketik selibat, hidup sendirian, menjadi androginik, dan, alhasil, tidak akan diancam kematian. 

Terkait hal-hal yang feminin, kalangan maskulin perlu mencukupkan diri mereka dengan diri mereka sendiri. Terkait hal-hal yang maskulin, kalangan feminin harus juga mencukupkan diri mereka dengan diri mereka sendiri. Alhasil, hal maskulin dan hal feminin tidak lagi mendefinisikan apa dan siapa itu manusia.

Di saat kembali menjadi manusia androginik, menjadi "penuh", maka orang akan "diisi terang". Tetapi jika tetap "terbagi", yang maskulin tidak menyatu dengan yang feminin dalam diri satu orang, maka orang akan "dipenuhi kegelapan" (#61).

Dalam Injil ini, Yesuslah yang menawarkan jalan ini, melalui 114 ucapan “rahasia”-Nya; yang kerahasiaannya ternyata bisa disibak, sehingga orang tidak akan mengecap kematian seperti yang dijanjikan-Nya. Mereka telah keluar dari "kegelapan", lalu masuk ke dalam "terang".

Return to the earliest Eden for salvation and purity! Itulah pesan Yesus menurut Injil Thomas. 

Tentu saja, dalam era modern, jalan protologi ini juga tidak menyelesaikan persoalan dunia. 

Persoalan dunia kita sekarang sudah sangat kompleks; agama-agama apapun tidak akan bisa tuntas menyelesaikannya; atau bahkan agama-agama kini juga malah menjadi bagian dari persoalan-persoalan berat dunia. 

Yang kita perlu lakukan adalah kerjasama global, dan penggunaan pendekatan lintasilmu, "soft skills" dan "hard skills" sekaligus, kalau kita mau bisa mengatasi persoalan-persoalan modern, tahap demi tahap, dari waktu ke waktu. Esosterisisme tidak memberi sumbangan apapun.


Baca juga:

11 Januari 2008
Diperiksa kembali 14 Agustus 2021






Thursday, January 10, 2008

Injil Yudas



Injil Yudas
(The Gospel of Judas

Dokumen: Kodeks Tchacos/1/

N.B. Dalam kasih karunia Tuhan, teks Injil Yudas dalam bahasa Indonesia telah diusahakan oleh Ioanes Rakhmat./2/ Pengantar juga sudah disusunnya. Semoga berfaedah untuk studi teks-teks Kristen ekstrakanonik. 

Bagi kalangan yang membenci teks-teks kuno Kristen yang ada di luar Alkitab Perjanjian Baru, ya bersikaplah santai, dan tak perlu membaca tulisan saya ini. Jangan dibuat repot sendiri. Nanti anda akan cepat tua. Gigi tinggal dua.




Di atas, foto potongan manuskrip papirus kuno berbahasa Koptik salinan INJIL YUDAS (yang aslinya ditulis dalam bahasa Yunani pada abad ke-2 M). Manuskrip Koptik Injil Yudas terdiri atas 13 lembar bolak-balik; jadi lengkapnya manuskrip papius Koptik Injil Yudas terdiri atas 26 halaman, dan ditulis pada abad ke-3 M.

Penentuan usia manuskrip papirus Koptik salinan Injil Yudas, dan waktu penulisannya, dilakukan lewat dating radiokarbon, analisis tinta yang dipakai, pencitraan multispektral, studi-studi bentuk tulisan dan gaya bahasa./3/

Pengantar penerjemah

Dalam Injil Yudas, sosok Yudas Iskariot digambarkan sebagai rasul yang bisa bertahan berdiri di hadapan Yesus (= Yesus dalam pandangan aliran Gnostik Setian)/4/, sementara rasul-rasul yang lain tidak bisa. 

Bahkan hanya Yudaslah yang dikatakan mengenal siapa Yesus dan dari mana Dia datang. Karena kelebihannya ini, Yesus memisahkannya dari murid-murid lainnya, dengan maksud untuk mengungkap dan membeber rahasia-rahasia kerajaan (= kerajaan Allah dalam paham gnostik Setian) hanya kepada Yudas, rahasia-rahasia yang belum pernah diketahui dan dilihat siapa pun.

Dilaporkan, Yudas juga memperoleh suatu penglihatan besar, yang antara lain menyingkapkan apa yang akan terjadi padanya di akhir hidupnya (yakni dilempari batu dan disakiti dengan kejam oleh murid-murid lainnya).

Diingatkan juga oleh Yesus bahwa Yudas akan dikutuk oleh generasi-generasi lainnya yang tidak terpilih (dikarenakan oleh apa yang mereka dengan keliru pahami sebagai “pengkhianatan” Yudas terhadap Yesus); namun, meskipun dia mengalami banyak kekejaman, dia akan tetap berkuasa atas mereka bahkan dia akan mengalami pemuliaan, kembali ke asalnya di dalam Generasi terpilih yang kudus (Generasi Set). 

Menegaskan keunggulan Yudas, Yesus berkata kepada Yudas, “Lihatlah, segala sesuatu sudah diberitahukan kepadamu. Angkatlah matamu dan lihatlah awan itu dan terang yang ada di dalamnya dan bintang-bintang yang mengitarinya. Bintang yang memimpin di depan adalah bintangmu.” 

Setelah itu, Yudas pun masuk ke dalam awan kemuliaan. 

Dalam Injil Yudas, tidak ada kisah kesengsaraan, penyaliban dan kematian Yesus. Yang dikisahkan adalah perbuatan Yudas (atas perintah Yesus sendiri) untuk memisahkan Yesus yang sejati dari tubuhnya yang fana, yang menjadi penjara jiwanya yang agung, dengan cara menjual Yesus kepada para pemimpin bangsa Yahudi supaya akhirnya Dia dibunuh. Yudas diperintahkan Yesus untuk melakukan langkah pembebasan dan penyelamatan bagi Yesus sendiri. Manfaat kematian Yesus hanyalah untuk diri Yesus sendiri: yakni sebagai jalan untuk jiwa-Nya kembali ke asalnya, kawasan ilahi Barbelo.

Dengan Yudas mengorbankan Yesus, Yudas menjadi rasul paling unggul. Kata Yesus kepadanya, “Tetapi engkau akan mengungguli mereka semua. Sebab engkau akan mengorbankan tubuh insani yang membungkus Aku.” 

Injil Yudas diakhiri dengan catatan: Mereka, beberapa ahli Taurat, mendekati Yudas dan berkata kepadanya, “Apa yang engkau sedang kerjakan di sini? Engkau murid Yesus.” Yudas menjawab mereka seperti yang mereka kehendaki. Dan dia pun menerima sejumlah uang dan menyerahkan Yesus kepada mereka. 

Tampaknya Yudas berkhianat, namun, di balik semuanya itu, adalah perintah Yesus sendiri supaya dengan perbuatannya itu Yesus dibebaskan dari pakaian (= tubuh) yang membungkus diri-Nya yang sebenarnya. 

Dalam Injil Yudas, sosok Yudas dus tampil sebagai seorang pahlawan —suatu posisi dan status yang tidak bisa dilihat oleh kalangan luar, selain oleh kalangan Kristen gnostik Setian.

Pendahuluan Injil Yudas: Incipit 

Inilah risalah rahasia tentang penyataan yang Yesus telah katakan dalam percakapan dengan Yudas Iskariot selama seminggu, tiga hari sebelum Dia merayakan Paskah.

Ketika Yesus tampak di muka bumi, Dia membuat mukjizat-mukjizat dan keajaiban-keajaiban besar bagi keselamatan manusia. Dan karena beberapa orang [berjalan] dalam jalan kebenaran, sementara yang lainnya berjalan dalam pelanggaran-pelanggaran, dua belas murid dipanggil. Dia pun mulai berbicara dengan mereka perihal rahasia-rahasia di luar dunia dan apa yang akan terjadi pada akhirnya. Seringkali Dia tidak tampak kepada murid-muridnya sebagai diri-Nya sendiri, melainkan Dia didapati di antara mereka sebagai seorang anak. 

Adegan 1: Yesus Berdialog dengan Murid-muridnya: Doa syukur atau Ekaristi

Suatu hari Dia berada bersama murid-muridnya di Yudea, dan Dia dapati mereka sedang berkumpul bersama dan duduk untuk dengan saleh melakukan ibadah. Pada waktu Dia [mendekati] para murid-Nya, [34] sementara mereka sedang berkumpul dan duduk bersama dan mempersembahkan suatu doa syukur atas roti mereka, [Dia] pun tertawa. 




Dalam Injil Yudas, Yesus digambarkan sering tertawa..... Sebaliknya, dalam Perjanjian Baru Yesus tidak pernah digambarkan tertawa.


Murid-murid berkata kepada[nya], “Guru, mengapa engkau menertawakan doa syukur [kami]? Kami sudah melakukan apa yang benar.” Dia menjawab dan berkata kepada mereka, “Aku tidak sedang menertawakan kalian. Kalian tidak sedang melakukan hal ini karena kemauan kalian sendiri tetapi karena melalui hal inilah allah kalian [akan] dipuji.” Mereka berkata, “Guru, Engkau adalah […] sang Anak dari Allah kami.” 

Yesus berkata kepada mereka, “Bagaimana kalian mengenal Aku? Sesungguhnya [Aku] katakan kepada kalian, tidak ada generasi manusia di antara kalian yang akan mengenal Aku.” Ketika murid-murid-Nya mendengar hal ini, mereka pun terpancing marah dan berang dan mulai menghujat-Nya dalam hati mereka. 

Ketika Yesus melihat bahwa mereka tidak memiliki [pengertian, Dia pun berkata] kepada mereka, “Mengapa hasutan ini telah membuat kalian marah? Allah kalian yang ada di dalam diri kalian dan […] [35] telah memancing kemarahan [dalam] jiwa kalian. Barangsiapa di antara kalian yang [cukup kuat] di antara manusia [hendaklah] dia memperlihatkan kemanusiaan yang sempurna dan sanggup berdiri di hadapan wajah-Ku.” 

Mereka semua berkata, “Kami memiliki kekuatan.” Tetapi jiwa-jiwa mereka tidak berani berdiri di hadapan[-Nya], kecuali Yudas Iskariot. Dia sanggup berdiri di hadapan-Nya, tetapi dia tidak dapat memandang kepada-Nya pas pada mata-Nya, dan dia pun memalingkan wajahnya. 

Yudas [berkata] kepadanya, “Aku mengenal siapa Engkau dan dari mana Engkau telah datang. Engkau berasal dari kawasan Barbelo/5/ yang tidak bisa binasa. Dan aku tidak layak menyebut nama Dia yang telah mengutus Engkau.” 

Yesus Berbicara Pribadi kepada Yudas 

Mengetahui bahwa Yudas sedang merenungi sesuatu yang sangat tinggi dan mulia, Yesus berkata kepadanya, “Menyingkirlah dari yang lainnya dan Aku akan memberitahumu misteri-misteri kerajaan. Adalah mungkin bagimu untuk mencapainya, tetapi kamu akan berduka luar biasa. [36] Sebab seorang lain akan menggantikanmu, supaya kedua belas [murid] dapat lengkap kembali bersama Allah mereka. Yudas berkata kepada-Nya, “Bilamanakah Engkau akan mengatakan hal-hal ini kepadaku, dan [kapankah] hari terang besar akan terbit untuk generasi ini?”

Adegan 2: Yesus Menampakkan Diri Lagi kepada Murid-murid 

Esok paginya, setelah ini terjadi, Yesus [menampakkan diri] kembali kepada murid-murid-Nya. Mereka berkata kepada-Nya, “Guru, kemanakah Engkau telah pergi dan apa yang Engkau telah kerjakan ketika Engkau meninggalkan kami?” Yesus berkata kepada mereka, “Aku telah pergi ke suatu generasi yang kudus dan agung lainnya.” 

Murid-murid-Nya berkata kepada-Nya, “Tuhan, generasi mana itu, yang lebih tinggi dan lebih kudus dari kami, yang tidak ada sekarang ini di kawasan-kawasan dunia ini?” 

Ketika Yesus mendengar ini, Dia tertawa dan berkata kepada mereka, “Mengapa engkau berpikir dalam hatimu tentang generasi yang kudus dan kuat itu? [37] Sesungguhnya [Aku] berkata kepadamu, tidak ada seorang pun yang dilahirkan dari aeon [= kawasan ilahi] ini yang akan melihat [generasi] itu, dan tidak ada sekumpulan malaikat dari bintang-bintang pun yang akan memerintah generasi itu, dan tidak ada orang yang dilahirkan yang dapat mati, dapat berhubungan dengannya, karena generasi itu tidak berasal dari […] yang telah menjadi […]. Generasi orang-orang di antara[mu] berasal dari generasi kemanusiaan […] kuasa, yang [… sang] kuasa-kuasa lain […] melalui [mana] kamu memerintah.” 

Pada waktu murid-murid[-Nya] mendengar hal ini, mereka masing-masing bergumul dalam roh. Mereka tidak dapat mengatakan suatu perkataan pun.

Pada suatu hari lainnya, Yesus datang kepada [mereka]. Mereka berkata kepada[-Nya], “Guru, kami telah melihat Engkau di dalam suatu [penglihatan], sebab kami telah mengalami [mimpi-mimpi] besar […] malam hari […].” [Dia berkata], “Mengapa [kalian] telah [… ketika] pergi bersembunyi?” [38] 

Murid-murid Melihat Bait Allah dan Membicarakannya

Mereka [berkata, “Kami telah melihat] sebuah [rumah] besar [dengan sebuah] altar besar [di dalamnya, dan] dua belas orang —mereka, kami dapat katakan, adalah para imam— dan sebuah nama; dan orang banyak sedang menunggu di altar itu, [sampai] para imam itu [… dan menerima] persembahan-persembahan. [Tetapi] kami terus menanti.” 

[Yesus berkata], “Seperti apa [para imam] itu?” Mereka [berkata, “Beberapa …] dua minggu; [beberapa] mengorbankan anak-anak mereka sendiri; yang lainnya isteri-isteri mereka, dalam pujian [dan] kerendahan hati satu sama lainnya; beberapa tidur dengan orang laki-laki; beberapa terlibat di dalam [pembunuhan]; beberapa melakukan berlipatganda dosa dan tindakan-tindakan melawan hukum.

Dan orang-orang yang berdiri [di depan] altar itu memanggil [nama]-Mu, [39] dan dalam semua tindakan mereka yang serba kekurangan (cahaya ilahi), kurban-kurban dibawa untuk kelengkapan […].” Setelah mereka mengatakan hal ini, mereka berdiam diri, sebab mereka dilanda perasaan galau. 

Yesus Mengajukan sebuah Tafsiran Alegoris terhadap Penglihatan mengenai Bait Allah

Yesus berkata kepada mereka, “Mengapa hati kalian susah? Sesungguhnya Aku katakan kepadamu, semua imam yang berdiri di hadapan altar itu memanggil nama-Ku. Lagi Aku katakan kepadamu, nama-Ku telah ditulis di atas […] dari generasi-generasi bintang-bintang melalui generasi-generasi manusia. [Dan mereka] telah menanam pohon-pohon tanpa buah, di dalam nama-Ku, dengan suatu cara yang memalukan.” 

Yesus berkata kepada mereka, “Orang-orang yang kalian telah lihat menerima persembahan-persembahan di altar itu — itu adalah kalian sendiri. Itu adalah Allah yang kalian layani, dan kalian adalah dua belas orang yang kalian telah lihat. 

Hewan yang kalian telah lihat dibawa untuk dikurbankan adalah banyak orang yang kalian telah sesatkan [40] di hadapan altar itu. […] akan berdiri dan memakai nama-Ku dengan cara ini, dan generasi-generasi orang-orang saleh akan tetap setia kepadanya. Setelah dia, seorang lain akan berdiri di sana dari antara [para pezinah], dan seorang lain [akan] berdiri di sana dari para pembunuh anak-anak, dan seorang lain dari antara orang-orang yang tidur dengan laki-laki, dan mereka yang berpantang, dan sisa dari orang-orang yang najis, dan yang tidak menurut hukum dan yang melakukan kesalahan, dan mereka yang berkata, ‘Kami seperti para malaikat’; mereka adalah bintang-bintang yang membawa segala sesuatunya kepada akhirnya. Sebab kepada generasi-generasi manusia telah dikatakan, ‘Lihat, Allah telah menerima kurban kalian dari tangan-tangan seorang imam’ — yaitu, seorang pelayan kesalahan. Tetapi adalah Tuhan, Tuhan alam semesta, yang memberi perintah, ‘Pada hari terakhir mereka akan dipermalukan.’”[41]

Yesus berkata [kepada mereka], “Hentikanlah pemberian [kur]ban […] yang engkau telah […] atas altar itu, sebab mereka berada di atas bintang-bintangmu dan malaikat-malaikatmu dan telah datang kepada akhirnya di sana. Karena itu biarkanlah mereka [terpikat] di hadapanmu, dan hendaklah mereka pergi [ —kurang lebih 15 baris hilang—] generasi-generasi […]. Seorang pembuat roti tidak dapat memberi makan semua ciptaan [42] di bawah [langit]. Dan […] kepada mereka […] dan […] kepada kita dan […].” 

Yesus berkata kepada mereka, “Berhentilah bergumul dengan Aku. Masing-masing dari kalian memiliki bintang sendiri, dan setiap [orang —kira-kira 17 baris hilang—] [43] di dalam […] yang telah datang [… musim semi] untuk pepohonan […] dari aeon ini […] untuk sejenak […] tetapi Dia telah datang untuk mengairi taman Allah, dan [generasi] yang akan berlangsung, karena [Dia] tidak akan mencemarkan [jalan dari kehidupan dari] generasi itu, tetapi […] untuk selamanya.” 

Yudas Bertanya kepada Yesus perihal Generasi Itu dan Generasi-generasi Manusia

Yudas berkata kepada[nya, “Gur]u, apa jenis buah yang dihasilkan generasi ini?” 

Yesus berkata, “Jiwa-jiwa dari setiap generasi manusia akan mati. Tetapi ketika orang-orang ini telah melengkapi waktu kerajaan dan roh meninggalkan mereka, tubuh-tubuh mereka akan mati tetapi roh-roh mereka akan tetap hidup, dan mereka akan diangkat.” 

Yudas berkata, “Dan apa yang akan dikerjakan oleh sisa generasi-generasi manusia?” 

Yesus berkata, “Tidaklah mungkin [44] untuk menabur benih di atas [batu karang] dan memanen buahnya. [Ini]lah juga yang […] telah dilakukan generasi yang [cemar] ini […] dan Sophia yang dapat rusak […] tangan yang telah mencipta manusia fana, sehingga jiwa-jiwa mereka naik ke atas kawasan-kawasan kekal di atas sana. [Sesungguhnya] Aku berkata kepadamu, […] malaikat […] kuasa akan dapat melihat […] itu hal-hal ini kepada siapa […] generasi-generasi kudus […].” Setelah Yesus mengatakan hal ini, Dia pun pergilah. 

Adegan 3: Yudas Menceritakan sebuah Penglihatan dan Yesus Memberi Tanggapan

Yudas berkata, “Guru, sebagaimana Engkau telah mendengar mereka semua, kini dengarkan aku. Sebab aku telah melihat sebuah penglihatan besar.” 

Ketika Yesus mendengar hal ini, Dia tertawa dan berkata kepadanya, “Kau roh ketigabelas, mengapa engkau berusaha begitu keras? Tapi berbicaralah, dan Aku akan menanggungnya bersama engkau.” 

Yudas berkata kepadanya, “Di dalam penglihatan itu, aku melihat diriku sendiri sementara kedua belas murid melempari aku dengan batu dan [45] menganiaya [aku dengan kejamnya]. Dan aku juga datang ke tempat di mana […] setelah Engkau. Aku melihat [sebuah rumah …], dan mataku tidak dapat [memahami] ukurannya. Orang banyak dalam jumlah besar mengitarinya, dan rumah itu sebuah atap yang ditumbuhi pohon-pohon hijau, dan di tengah rumah itu adalah [suatu kerumunan —2 baris hilang —], berkata, ‘Guru, bawalah aku bersama orang-orang ini.’” 

[Yesus] menjawab dan berkata, “Yudas, bintangmu telah menyesatkan engkau.” 

Dia melanjutkan, “Tidak ada seorang pun yang dilahirkan dari manusia yang dapat mati layak untuk memasuki rumah yang engkau telah lihat itu, sebab tempat itu hanya diperuntukkan bagi Yang Kudus. Matahari atau pun Bulan tidak akan berkuasa di sana, begitu juga siang hari, tetapi Yang Kudus akan tetap tinggal di sana, dalam tempat kekal bersama dengan malaikat-malaikat kudus. 

Lihatlah, Aku telah menjelaskan kepadamu misteri-misteri kerajaan [46] dan Aku telah mengajar kamu perihal kesalahan dari bintang-bintang; dan […] mengirimnya […] pada dua belas aeon.” 

Yudas Bertanya perihal Nasibnya Sendiri 

Yudas berkata, “Guru, dapatkah benihku berada di bawah kendali para penguasa?” 

Yesus menjawab dan berkata kepadanya, “Datanglah, supaya Aku [-2 baris hilang-], tetapi bahwa engkau akan banyak berduka ketika engkau melihat kerajaan dan semua generasinya.” 

Ketika dia mendengar hal ini, Yudas berkata kepada-Nya, “Bukankah betapa baiknya aku telah menerima ini? Sebab Engkau sudah memisahkan aku untuk generasi itu.” 

Yesus menjawab dan berkata, “Engkau akan menjadi yang ketigabelas, dan engkau akan dikutuk oleh generasi-generasi lainnya— dan engkau akan berkuasa atas mereka. Pada hari-hari terakhir, mereka akan mengutuk kenaikanmu [47] kepada [generasi] yang kudus itu.” 

Yesus Mengajarkan Yudas tentang Kosmologi: Roh dan Yang Lahir-Sendiri 

Yesus berkata, “[Datanglah], supaya Aku dapat mengajarkan engkau perihal [rahasia-rahasia] yang tidak seorang pun [telah] pernah melihatnya. Sebab ada suatu kawasan yang besar dan tidak terbatas, yang luasnya belum pernah dilihat oleh generasi malaikat-malaikat, [yang di dalamnya] ada [suatu] [Roh] Besar yang tidak kelihatan,
Yang belum pernah dilihat mata seorang malaikat pun, Yang tidak pernah dipahami oleh pikiran dan hati siapa pun, dan ini tidak pernah disebut dengan sebuah nama apa pun.
Dan suatu awan kemuliaan muncul di sana. Dia (Roh besar itu) berkata, ‘Hendaklah seorang malaikat tercipta sebagai penolongku’” “Seorang malaikat besar, yang ilahi, yang tercerahkan, yang Lahir-Sendiri (autogenēs), muncul dari awan itu. Karena dia, empat malaikat lain tercipta dari suatu awan yang lain, dan mereka menjadi penolong-penolong bagi malaikat yang Lahir-Sendiri itu. 

Yang Lahir-Sendiri itu berkata, [48] ‘Hendaklah […] tercipta […], dan dia pun terciptalah […]. Dan dia [menciptakan] benda penerang yang pertama untuk memerintah atasnya. 

Dia berkata, ‘Hendaklah malaikat-malaikat tercipta untuk melayani[nya]’, dan sejumlah besar yang tak terhitung jumlahnya tercipta. 

Dia berkata, ‘[Hendaklah] suatu aeon yang tercerahkan tercipta’, dan dia pun terciptalah. Dia menciptakan benda penerang yang kedua [untuk] memerintah atasnya, bersama dengan sejumlah besar malaikat yang tidak terhitung jumlahnya, untuk memberikan pelayanan. 

Itulah bagaimana dia menciptakan aeon-aeon yang tercerahkan lainnya. Dia membuat mereka memerintah atas mereka, dan dia mencipta bagi mereka sejumlah besar malaikat yang tidak terhitung jumlahnya, untuk membantu mereka.” 

Adamas dan Benda-benda Penerang 

“Adamas berada dalam awan kemuliaan yang pertama sehingga tidak seorang malaikat pun pernah melihatnya di antara semua yang disebut ‘Allah’. Dia [49] […] bahwa […] gambar itu […] dan menurut gambar dari malaikat [ini]. Dia membuat [generasi] Set yang tidak dapat rusak muncul […] yang dua belas […] yang dua puluh empat […]. 

Dia membuat tujuh puluh dua benda penerang muncul di dalam generasi yang tidak dapat rusak, sejalan dengan kehendak Roh itu.

Tujuh puluh dua benda penerang itu sendiri membuat tiga ratus enam puluh benda penerang muncul di dalam generasi yang tidak bisa rusak itu, sejalan dengan kehendak Roh itu, bahwa jumlah mereka masing-masing haruslah lima.” “Dua belas aeon dari dua belas benda penerang itu menjadi bapak mereka, dengan enam langit untuk masing-masing aeon, sehingga ada tujuh puluh dua langit bagi tujuh puluh dua benda penerang, dan bagi masing-masing [50] [dari mereka lima] cakrawala, [untuk keseluruhan dari] tiga ratus enam puluh [cakrawala…]. 

Mereka diberikan kuasa dan sejumlah [besar] malaikat [yang tidak terhitung besarnya], bagi kemuliaan dan sembah, [dan setelah itu juga] roh-roh perawan, bagi kemuliaan dan [sembah] bagi seluruh aeon dan langit dan cakrawala.” 

Jagad Raya, Kekacauan, dan Dunia Orang Mati 

“Jumlah besar makhluk-makhluk yang tidak bisa binasa itu dinamakan jagat raya — yakni, hukuman kekal setelah kematian —oleh sang Bapa dan tujuh puluh dua benda penerang yang berada bersama dengan Yang Lahir-Sendiri itu dan tujuh puluh dua aeon-nya. 

Di dalamnya (di dalam jagat raya) manusia pertama muncul dengan kuasa-kuasanya yang tidak dapat rusak. Dan aeon yang muncul bersama generasinya itu, aeon yang di dalamnya ada awan pengetahuan (Koptik, dari kata Yunani gnōsis) dan malaikat itu, dinamakan [51] El. […] aeon […] setelah itu […] mengatakan, ‘Hendaklah dua belas malaikat tercipta [untuk] memerintah kekacauan dan [dunia orang mati].’ Dan lihatlah, dari awan itu muncul seorang [malaikat] yang wajahnya berkilat-kilat oleh api dan yang penampakannya dinajiskan oleh darah. Namanya adalah Nebro, yang berarti ‘pemberontak’; yang lainnya menamakannya Yaldabaoth [= anak kekacauan; atau “anak jagad raya”]. 

Seorang malaikat lain, Saklas, juga telah datang dari awan itu. Maka Nebro menciptakan enam malaikat —demikian juga Saklas — untuk menjadi penolong-penolong, dan ini menghasilkan dua belas malaikat di sorga, dengan masing-masing menerima suatu bagian di dalam sorga.” 

Para Penguasa dan Malaikat 

“Dua belas penguasa berbicara kepada dua belas malaikat: ‘Hendaklah masing-masing kamu [52] […] dan biarkan mereka […] generasi [—1 baris hilang—] malaikat-malaikat’:
Yang pertama adalah [S]et, yang disebut Kristus. Yang [kedua] adalah Hamathoth, yang adalah […]. Yang [ketiga] adalah Galia. Yang keempat adalah Yobel. Yang kelima [adalah] Adonaios.
Inilah sang lima yang memerintah atas dunia orang mati, dan pertama-tama atas kekacauan. 

Penciptaan Manusia 

“Lalu Saklas berkata kepada malaikat-malaikatnya, ‘Marilah kita mencipta seorang manusia menurut rupa dan gambar itu.’ 

Mereka pun mencipta Adam dan isterinya Hawa, yang disebut, dalam awan itu, Zoe [= kehidupan]. Sebab oleh nama inilah semua generasi mencari manusia, dan masing-masing mereka menyebut perempuan itu dengan nama-nama ini. 

Adapun, Saklas tidak [53] memerin[tah …] kecuali […] gene[rasi …] itu dan ini […]. Dan sang [penguasa] itu berkata kepada Adam, ‘Kamu akan hidup lama, dengan anak-anakmu.’” 

Yudas Bertanya perihal Nasib Adam dan Umat Manusia 

Yudas berkata kepada Yesus, “[Apakah] maksud dari lamanya waktu yang di dalamnya manusia akan hidup?” 

Yesus menjawab, “Mengapa kamu bertanya-tanya tentang hal ini, yakni bahwa Adam, dengan generasinya, telah menjalani masa hidupnya di tempat di mana dia telah menerima kerajaannya, dengan umur panjang bersama penguasanya?” 

Yudas berkata kepada Yesus, “Apakah roh manusia akan mati?” 

Yesus berkata, “Itulah sebabnya Allah telah memerintahkan Mikhael untuk memberi roh-roh manusia kepada mereka sebagai suatu hutang, sehingga mereka dapat memberikan pelayanan, tetapi Sang Besar itu memerintahkan Gabriel untuk memberi roh-roh kepada generasi besar itu dengan tanpa penguasa atasnya — maksudnya, memberikan roh dan jiwa. Karena itu, roh-roh yang [lainnya] [54] [— 1 baris hilang—]. 

Yesus bersama Yudas dan Yang Lainnya Membicarakan Kehancuran Orang Fasik 

“[…] terang [— hampir 2 baris hilang—] sekitar […] hendaklah […] roh [maksudnya] di dalam kamu tinggal di dalam [daging] ini di antara generasi-generasi para malaikat. 

Tetapi Allah menyebabkan pengetahuan [diberikan] kepada Adam dan kepada mereka yang bersamanya, sehingga raja-raja kekacauan dan dunia orang mati tidak dapat berkuasa atas mereka. 

Yudas berkata kepada Yesus, “Lalu apa yang akan diperbuat generasi-generasi itu?” 

Yesus berkata, “Sesungguhnya Aku katakan kepadamu, bagi mereka semua bintang-bintang membawa semua materi kepada penggenapannya. Pada waktu Saklas menyelesaikan jangka waktu hidup yang diberikan kepadanya, bintang pertama mereka akan muncul bersama generasi-generasi itu, dan mereka akan mengakhiri apa yang mereka telah katakan akan mereka akhiri. Maka mereka akan berzinah dalam nama-Ku dan membunuh anak-anak mereka [55] dan mereka akan […] dan [—kira-kira enam setengah baris hilang —] nama-Ku, dan dia akan […] bintangmu atas aeon yang ke[tiga]belas.” 

Setelah itu Yesus [tertawa]. 

[Yudas berkata], “Guru, [mengapa kamu menertawakan kami]?” 

[Yesus] menjawab [dan berkata], “Aku tidak sedang menertawakan [kalian], tetapi menertawakan kesalahan bintang-bintang itu, sebab enam bintang ini berkelana tanpa arah bersama lima penyerang ini, dan mereka semua akan dihancurkan bersama dengan ciptaan-ciptaan mereka.” 

Yesus Berbicara tentang Orang-orang yang Dibaptis, dan Penyerahan Diri Yesus oleh Yudas 

Yudas berkata kepada Yesus, “Perhatikanlah, apa yang akan dilakukan oleh orang-orang yang sudah dibaptis dalam nama-Mu itu?” 

Yesus berkata, “Sesungguhnya Aku katakan [kepadamu], baptisan ini [56] […] nama-Ku [— kira-kira 9 baris hilang —] kepada-Ku. 

Sesungguhnya [Aku] katakan kepadamu, Yudas, [mereka yang] memberikan kurban-kurban untuk Saklas […] Allah [—kira-kira 3 baris hilang —] segala sesuatu yang jahat.” “Tetapi engkau akan mengungguli mereka semua. Sebab engkau akan mengorbankan tubuh insani yang membungkus Aku.”
Tandukmu sudah diangkat, Amarahmu telah bernyala, Bintangmu telah tampak dengan gemilang, dan hatimu telah {…} [57]
“Sesungguhnya […] yang terakhir darimu […] menjadi [— kira-kira dua setengah baris hilang—], sebab dia akan dibinasakan. Maka gambar dari generasi besar Adam akan dimuliakan, sebab sebelum ada surga, bumi, dan para malaikat, generasi itu, yang berasal dari alam kekal, sudah ada. 

Lihatlah, segala sesuatu sudah diberitahukan kepadamu. Angkatlah matamu dan lihatlah awan itu dan terang yang ada di dalamnya dan bintang-bintang yang mengitarinya. Bintang yang memimpin di depan adalah bintangmu.” 

Yudas mengangkat matanya dan melihat awan kemuliaan, dan dia masuk ke dalamnya. Mereka yang berdiri di bawah mendengar suatu suara yang datang dari awan itu, katanya, [58] […] generasi yang besar […] … gambar […] [—kira-kira lima baris hilang—]. 

Bagian Akhir: Yudas Menyerahkan Yesus 

[…] Imam-imam besar mereka berbisik-bisik karena [Dia (Yesus)] telah memasuki ruang tamu (= ruang Perjamuan Terakhir) untuk berdoa.

Tetapi beberapa ahli Taurat sedang seksama memantau keadaan, karena mereka mau menangkap-Nya ketika Dia sedang berdoa, sebab mereka takut akan orang banyak, sebab Dia dipandang oleh semua orang sebagai seorang nabi. 

Mereka mendekati Yudas dan berkata kepadanya, “Apa yang engkau sedang kerjakan di sini? Engkau murid Yesus.” 

Yudas menjawab mereka seperti yang mereka kehendaki. Dan dia pun menerima sejumlah uang dan menyerahkan Yesus kepada mereka. 

Injil Yudas 


Catatan-catatan 

/1/ Dari nama Frieda Nussberger-Tchacos, seorang pedagang barang antik yang berpusat di Zurich, yang membawa kodeks (= buku) papirus Koptik (yang berisi antara lain Injil Yudas) dari pedagang barang antik di Mesir pada bulan April 2000 setelah kodeks ini beredar di pasaran selama 22 tahun (berpindah-pindah tangan dari Mesir ke Eropa lalu ke Amerika Serikat, lalu balik kembali ke Eropa).

Kodeks ini ditemukan di padang gurun dekat Al Minya, Mesir, sekitar tahun 1970-an; dan material bukunya sendiri melalui uji dating Radiocarbon-14 pada Januari 2005 dipastikan berasal dari kurun waktu tahun 220 sampai tahun 340 M; sedangkan naskah dokumen ini (dalam bahasa Yunani) dipastikan sudah ada sebelum tahun 180 M, ketika Uskup Irenaeus dari Lyon, Gaul/Perancis, menulis lima jilid buku berjudul Refutation of All Heresies yang di dalamnya (I.31.I) Injil Yudas disebut.

Selain itu, acuan kuno kepada Injil Yudas muncul juga dalam tulisan heresiolog abad ke-4 Epiphanius, Panarion, 37.3.4-5; 6.1-2; 38:1.5. 

/2/ Terjemahan Indonesia berdasarkan teks Inggris dalam Rodolphe Kasser, Marvin Meyer & Gregor Wurst, eds., The Gospel of Judas from Codex Tchacos, with Additional Commentary by Bart D. Ehrman (Washington, D.C.: National Geographic, 2006) 19-45. 

/3/ John Noble Wilford & Laurie Goodstein, “Gospel of Judas Surfaces After 1,700 Years”, The New York Times, 6 Apr 2006, https://www.nytimes.com/2006/04/06/science/gospel-of-judas-surfaces-after-1700-years.html.

/4/ Hal ini berarti Yudaslah yang dipenuhi Roh unggulan, berasal dari generasi terpilih, Generasi Set (= anak bungsu, ketiga, dari Adam dan Hawa, yang memulai kembali generasi manusia yang membawa harapan, setelah tragedi berdarah Kain membunuh adiknya, Habel).

/5/ Asal-usul nama ini dari kata-kata Ibrani El-b-arba, artinya “Allah di dalam empat”; maksudnya empat huruf untuk nama suci YHWH (tetragrammaton), Yahweh, TUHAN.


10 Januari 2008

Editing mutakhir 25 Desember 2021